- Presiden Prabowo Subianto ziarah ke makam kakek dan neneknya di Oud Eik en Duinen, Den Haag, Belanda.
- Kakek Prabowo bernama Philip Frederik Laurens Sigar, sementara neneknya adalah Cornelie Emelie Maengkom.
- Kakek Prabowo memiliki jabatan mentereng di era pemerintahan Hindia Belanda.
Suara.com - Presiden Prabowo Subianto baru saja ziarah ke makam kakek dan neneknya di Oud Eik en Duinen, Den Haag, Belanda. Hal ini tentu memicu penasaran publik terkait kenapa kakek nenek Prabowo dikubur di Belanda?
Sebagai informasi, Presiden RI ke-8 ini memang memiliki latar belakang keluarga yang kaya akan sejarah dan pengaruh lintas budaya.
Silsilah keluarga Prabowo mencerminkan perpaduan antara tradisi Indonesia dan pengaruh kolonial Belanda, terutama dari pihak ibunya, Dora Marie Sigar.
Profil Philip Frederik Laurens Sigar dan Cornelie Emelie Maengkom

Kakek Prabowo bernama Philip Frederik Laurens Sigar, sementara neneknya adalah Cornelie Emelie Maengkom. Keduanya dimakamkan di Belanda pada tahun 1946.
Philip Frederik Laurens Sigar lahir di akhir abad ke-19 di wilayah Minahasa, Sulawesi Utara, yang saat itu merupakan bagian dari Hindia Belanda. Ia berasal dari keluarga keturunan Minahasa, suku yang dikenal memiliki hubungan dekat dengan pemerintahan kolonial Belanda.
Sigar meniti karier sebagai pejabat administrasi di era kolonial, di mana ia menjabat sebagai anggota Gemeenteraad (Dewan Kota) Manado dari tahun 1920 hingga 1922.
Selanjutnya, ia diangkat menjadi Gewestelijk Secretaris (Sekretaris Residen) Manado pada periode 1922-1924. Peran ini menunjukkan posisinya yang strategis dalam birokrasi kolonial, di mana ia bertanggung jawab atas urusan administratif di wilayah Manado.
Keluarga Sigar juga memiliki warisan militer. Kakek buyut Prabowo, Benjamin Thomas Sigar, pernah menjabat sebagai kapitein atau pemimpin Pasukan Tulungan.
Baca Juga: Nyaris 7.000 Siswa Keracunan, Cak Imin Janji Evaluasi Total Program Makan Bergizi Gratis
Benjamin Sigar menjadi pasukan bantuan yang direkrut pemerintah Hindia Belanda untuk mendukung operasi militer, termasuk dalam Perang Jawa (1825-1830) yang berujung pada penangkapan Pangeran Diponegoro.
Benjamin Sigar bahkan menerima penghargaan Militaire Willems-Orde kelas 4 dari Kerajaan Belanda atas jasanya.
Latar belakang ini menjadikan Philip Sigar sebagai figur yang mewarisi tradisi loyalitas terhadap pemerintahan Belanda, meskipun di tengah gelombang nasionalisme Indonesia yang mulai bangkit.
Sementara itu, Cornelie Emelie Maengkom, nenek Prabowo, lahir pada tahun 1888 di wilayah yang sama, Minahasa. Ia adalah putri dari Jan Eduard Maengkom, dan juga berasal dari keturunan suku Minahasa yang memiliki ikatan kuat dengan budaya Belanda.
Cornelie menikah dengan Philip Sigar. Dari pernikahan ini, lahirlah Dora Marie Sigar, ibu Prabowo.
Informasi tentang kehidupan pribadi Cornelie relatif terbatas dalam catatan sejarah. Namun, ia dikenal sebagai bagian dari masyarakat Indo, keturunan campuran Eropa-Indonesia, yang umum di kalangan elite Minahasa saat itu.
Kehidupan keluarganya dipengaruhi oleh sistem pendidikan dan administrasi Belanda, di mana banyak keluarga Minahasa mengirim anak-anaknya belajar ke Eropa atau terlibat dalam layanan sipil kolonial.
Cornelie wafat pada tahun 1946, sama seperti suaminya, dan dimakamkan di Belanda.
Profil Cornelie Emelie Maengkom mencerminkan peran perempuan dalam keluarga kolonial, yang sering kali mendukung suami dalam urusan sosial dan rumah tangga, meskipun tidak banyak tercatat dalam arsip resmi.
Mengapa Kakek dan Nenek Prabowo Dikubur di Belanda?

Alasan mengapa Philip dan Cornelie dimakamkan di Belanda erat kaitannya dengan konteks historis pasca-Perang Dunia II, khususnya periode "Masa Bersiap" (1945-1946).
Masa ini merupakan fase kekacauan dan kekerasan di Indonesia setelah Jepang menyerah, di mana terjadi serangan terhadap orang-orang Belanda, Indo, dan kelompok yang dianggap pro-Belanda.
Banyak keluarga seperti Sigar, yang memiliki latar belakang kolonial, memilih mengungsi ke Belanda untuk menghindari ancaman.
Philip dan Cornelie kemungkinan besar termasuk di antara mereka yang "kabur" atau dievakuasi ke negeri Belanda, di mana mereka akhirnya meninggal dan dimakamkan.
Pemakaman mereka di Oud Eik en Duinen, Den Haag, menjadi simbol diaspora keluarga Indo pasca-kemerdekaan Indonesia.
Hubungan Prabowo dengan kakek dan neneknya ini tidak hanya darah, tetapi juga membentuk identitasnya.
Ibu Prabowo, Dora, lahir di Manado dan dibesarkan dalam lingkungan yang dipengaruhi budaya Belanda. Ia kemudian menikah dengan Sumitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo yang merupakan ekonom terkemuka Indonesia.
Dari pihak ayah, Prabowo juga memiliki kakek Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Nasional Indonesia.
Ziarah Prabowo ke makam kakek dan nenek menunjukkan rasa hormatnya terhadap akar keluarga, sekaligus mengingatkan bahwa sejarah Indonesia tak lepas dari pengaruh kolonial.