Beberapa sumber menyebutkan bahwa Heriyanto adalah anak dari Pollycarpus Swantoro, jurnalis populer di Tanah Air yang terlibat dalam Karya Latihan Wartawan (KLW) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Melalui production house yang ia pimpin, Heriyanto telah memproduksi segudang acara yang menggandeng ribuan penggemar di Tanah Air.
Tak hanya bersama Trans7, Shandika Widya Cinema juga menggarap acara realita untuk berbagai stasiun televisi seperti SCTV, RCTI, Indosiar, NET., hingga B-Channel.
Berikut beberapa acara televisi yang digarap oleh Heriyanto bersama awak PH miliknya.
- Kabar Kabari (RCTI) (1996-2017)
- Status Selebritis (SCTV) (2009-2024)
- BestKiss (Indosiar) (2021-2024)
- Hot Issue (Indosiar) (2015-2021)
- Xpose uncensored (Trans7) (2013-2025)
- Inspirasi Selebriti (B-Channel) (2011-2012)
- Cek Fakta (NET.) (2020)
- Untold Story (NET.) (2020)
- Star Blitz (SCTV) (2020)
- Potret Selebriti (MDTV) (2020-2025)
- Intip Seleb (ANTV) (2022-2023)
Ada juga acara seperti Emak-Emak Petualang dan Cinta Terlarang yang on-air selama bertahun-tahun dan ramai penonton.
Bikin episode yang dinilai singgung martabat pesantren
Shandika Widya Cinema turut memproduksi episode acara Xpose Uncensored yang mengangkat kehidupan santri.
Episode tersebut tayang dan diproduksi usai insiden ambruknya musala di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur.
Alih-alih disambut baik oleh para tokoh pesantren, episode tersebut dinilai menyinggung dan merendahkan martabat pesantren dan para kiai.
Baca Juga: Siapa Pemilik Transmart? Ikut Didemo Santri Gara-Gara Trans7 Senggol Kiai
Episode tersebut membuat framing atau citra negatif terkait kehidupan pesantren dengan menyoroti tradisi penghormatan (ta'dzim) santri kepada kiai, seperti berjalan jongkok dan perilaku membantu pekerjaan kiai.
Tradisi tersebut dinilai digambarkan secara negatif oleh episode tersebut, contohnya ketika tradisi berjalan jongkok diinterpretasikan secara sinis sebagai bentuk penindasan, feodalisme, atau bahkan disamakan dengan "digembleng Satpol PP" dalam narasi yang ditayangkan.
Berbagai pihak termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai episode tersebut menunjukkan "keteledoran fatal dalam riset dan verifikasi data" yang berujung pada penyebaran disinformasi.
Kontributor : Armand Ilham