Suara.com - Kabar meninggalnya Timothy Anugerah Saputra (22), mahasiswa Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana (Unud) Bali, menyisakan duka mendalam bagi keluarga dan publik.
Kepergian Timothy yang diduga berkaitan dengan tindakan bullying mengguncang hati banyak orang. Namun, di tengah gelombang amarah dan kesedihan, sang ibu, Sharon (48).
Betapa tidak, ia menunjukkan ketegaran luar biasa setelah kehilangan sang putra sematawayang. Bahkan memilih memaafkan para pelaku dan bahkan menganggap mereka sebagai anaknya sendiri.
Lantas siapakan sosok Sharon, ibunda Timothy Anugerah? Intip profilnya berikut ini.
Pemaaf

Dalam podcast Curhat Bang Denny Sumargo yang tayang pada Kamis (23/10/2025), Sharon hadir sebagai bintang tamu.
Dengan suara bergetar namun penuh kasih, ia bercerita tentang bagaimana ia memilih untuk mengikhlaskan kepergian putra kesayanganya.
Sharon berdamai dengan keadaan dan memaafkan para pembully putranya hingga menganggap merek sebagai anak.
“Saya akan punya 11 anak baru,” katanya lirih, merujuk pada sebelas mahasiswa Unud yang diduga terlibat dalam kasus perundungan terhadap Timothy.
Baca Juga: MenHAM Pigai Desak Polisi Usut Kematian Mahasiswa Unud Timothy Anugerah: Ada Kaitan Bullying?
“Yang tante ingin lihat adalah mereka jadi orang benar, membantu orang lain, dan hidup dalam hikmat Tuhan,” ujarnya penuh harap. Baginya, pengampunan bukan berarti melupakan, tetapi membuka jalan agar tidak ada lagi anak yang harus kehilangan masa depan karena kekerasan dan ejekan.
Sharon juga mengungkapkan bahwa pihak Kementerian Pendidikan Tinggi telah mendatangi keluarga dan menindaklanjuti kasus ini dengan serius.
Namun ia menekankan bahwa permasalahan bullying tidak hanya terjadi di satu universitas. “Ini bukan cuma soal Unud. Ini soal seluruh institusi pendidikan di Indonesia. Pendidikan kita harus dibenahi dari bawah,” tegasnya.
Ia menyerukan agar Kemdikti bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menangani masalah ini sejak dini.
“Apa yang terjadi di universitas itu akar masalahnya sudah dimulai sejak kecil. Pendidikan karakter harus ditanamkan dari rumah dan sekolah dasar,” tambahnya.
Sharon berharap kematian anaknya menjadi “wake up call” bagi masyarakat dan pemerintah untuk menindak tegas segala bentuk kekerasan verbal maupun nonverbal di dunia pendidikan.