Ketika Guru Upgrade Skill: Pola Mengajar Lama Berubah ke Kelas Interaktif Berbasis AR

Vania Rossa Suara.Com
Kamis, 04 Desember 2025 | 14:49 WIB
Ketika Guru Upgrade Skill: Pola Mengajar Lama Berubah ke Kelas Interaktif Berbasis AR
Ilustrasi Kelas Interaktif Berbasis AR. (Dok. President Univ)
Baca 10 detik
  • Program PKM oleh Dosen Universitas Presiden di SMA Plus Muthahhari Bandung menghasilkan LKS digital berbasis AR.
  • Workshop dua hari melatih 16 guru membuat LKS kreatif yang melibatkan gamifikasi dan *storytelling* interaktif.
  • Uji coba menunjukkan peningkatan fokus siswa yang signifikan serta kepuasan belajar mencapai 4,3 sampai 4,6 skala 5.

Suara.com - Di banyak sekolah, pola belajar masih berkutat pada ceramah panjang, papan tulis, dan lembar tugas hitam-putih. Padahal, generasi Z tumbuh dalam dunia visual yang serba cepat, interaktif, dan penuh rangsangan digital. Tak heran, banyak guru kini dituntut untuk naik level, mengubah strategi mengajar agar sesuai dengan cara belajar masa kini.

Sebagian guru mencoba bercerita lebih banyak, sebagian lagi mulai memanfaatkan video.

Namun transformasi yang lebih progresif mulai muncul di sejumlah sekolah, termasuk di SMA Plus Muthahhari Bandung, yang baru saja melakukan lompatan besar lewat penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) digital berbasis storytelling, gamifikasi, dan teknologi Augmented Reality (AR).

Inovasi ini merupakan hasil program Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) dari dosen Universitas Presiden yang berlangsung pada 19–20 September 2025. Program ini melibatkan 16 guru dan berhasil menghasilkan enam LKS kreatif, melampaui target awal lima LKS.

Ketua tim PKM, Remandhia Mulcki, S.Sn., M.Ds., menilai perubahan ini mendesak dilakukan.

“Gen Z mudah bosan kalau hanya mendengar ceramah. Mereka terbiasa dengan media visual, interaktif, dan cepat. Karena itu kami hadirkan media belajar yang sesuai karakter mereka,” ujarnya.

Dalam LKS tersebut, siswa dapat memindai QR Code untuk menampilkan animasi 3D, memainkan mini game, hingga mengikuti alur cerita yang terintegrasi dengan materi pelajaran.

Guru Belajar Naik Level: Dari Ceramah ke AR

Selama dua hari workshop, guru-guru SMA Plus Muthahhari Bandung mendapat pengalaman baru: bukan lagi mendengarkan teori, melainkan langsung praktik membuat LKS digital.

Baca Juga: Pendidikan Pasca Banjir Sumatra, JPPI: Banyak Sekolah Terendam Lumpur Hingga Hilang Terbawa Arus

Mereka menggunakan aplikasi Assemblr untuk menyematkan konten AR, sekaligus belajar menyusun materi dengan pendekatan gamifikasi dan emotional design.

Sebanyak 10 guru aktif merancang prototipe LKS untuk berbagai mata pelajaran, seperti Biologi, PPKN, Sejarah Indonesia, Sosiologi, Bahasa Indonesia, dan Ekonomi.

“Awalnya agak canggung, tapi lama-lama asyik. Kami belajar mendesain halaman, menambahkan cerita, sampai menaruh QR Code untuk animasi 3D. Rasanya seperti naik level,” ujar salah satu guru peserta workshop.

Kelas Lebih Hidup, Siswa Lebih Fokus

Setelah workshop, tiga kelas X mendapat kesempatan mencoba LKS digital tersebut. Antusiasme siswa langsung terasa. Mereka lebih fokus, lebih aktif, dan menilai pengalaman belajar menjadi jauh lebih menyenangkan.

Berdasarkan hasil observasi dan kuesioner, tingkat kepuasan siswa mencapai 4,3–4,6 dari skala 5.

“Biasanya cepat bosan, tapi kali ini seru. Ada QR Code, keluar gambar sel 3D, terus ada tantangan soal. Pengen dipakai di pelajaran lain juga,” ujar seorang siswa kelas X-2.

Guru juga memberi reward kecil seperti cokelat untuk siswa yang menyelesaikan LKS sempurna, hal sederhana yang justru menambah semangat.

Pembelajaran Lebih Kaya, Tantangan Masih Ada

Kepala Sekolah, Ir. Dra. Dewi Listia, M.Si., melihat manfaat nyata dari terobosan ini.

“LKS ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Isinya lengkap, visualnya menarik, dan ada quiz berlevel. Anak-anak jadi lebih fokus dan kritis,” ujarnya.

Meski begitu, ia menyoroti beberapa kendala seperti keterbatasan perangkat digital guru dan keragaman kemampuan siswa. Menurutnya, sekolah membutuhkan dukungan berupa teknologi dan pelatihan berkelanjutan.

Guru-guru juga merasakan perubahan positif. Aya Sofia Martini, M.Pd., guru Sejarah Indonesia, mengaku siswa antusias, pembelajaran jadi lebih fun, dan akhirnya kelas lebih menyenangkan meski tetap serius.

Sementara Mulyadi, S.S., M.M., guru PKn, mengatakan, “Pembelajaran berjalan lancar dan murid tidak terbebani.”

Dampak Ganda: Belajar Seru, Promosi Sekolah Ikut Naik

Tak hanya meningkatkan pengalaman belajar, program ini juga membantu promosi sekolah. Dokumentasi kelas interaktif—foto, video, dan testimoni siswa—akan dikemas menjadi konten media sosial sekolah.

“Sekolah jadi punya bahan promosi otentik, bukan sekadar iklan,” kata anggota tim PKM, Hadi Jaya Putra, S.T., M.Ars.

Tim Universitas Presiden menargetkan keberlanjutan program hingga akhir 2025, termasuk penyusunan panduan LKS kreatif untuk guru, konten promosi digital, publikasi di jurnal serta media daring, dan pendaftaran HAKI untuk lima LKS terbaik.

“Tujuan utama kami bukan hanya produk, tapi kapasitas guru. Harapannya, LKS inovatif ini bisa masuk kurikulum rutin sekolah,” kata Remandhia Mulcki.

Meski masih ada tantangan seperti keterbatasan perangkat dan variasi kemampuan desain guru, transformasi ini menunjukkan satu hal: ketika guru diberi kesempatan untuk belajar dan berinovasi, kualitas pembelajaran meningkat signifikan.

Dengan kolaborasi antara dosen, guru, dan siswa, sekolah kini selangkah lebih maju menghadapi generasi digital.

“Belajar itu harus menyenangkan. Kalau siswa senang, guru juga bahagia,” kata Fransiska Rachel, S.Sn., M.Ds., menutup program dengan optimisme.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI