Suara.com - Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 tidak lama lagi segera berlangsung. Pagelaran pesta demokrasi rakyat Indonesia ini akan diikuti oleh 15 partai politik terdiri dari 12 partai nasional dan 3 partai lokal di Aceh.
Seiring semakin dekatnya waktu pelaksanaan membuat parpol peserta Pemilu mulai 'saling sikut' merebut hari rakyat. Tujuannya tak lain agar mampu mengarahkan perkembangan negara sesuai ideologi partainya. Salah satunya arah tujuan perekonomian bangsa.
Kemarin, ke-12 pimpinan parpol nasional berkumpul di Jakarta Convention Center (JCC). Kompas Gramedia Grup memfasilitasi dalam acara 100 CEO Forum.
CEO Kompas Gramedia Grup Agung Adiprasetyo menilai pemimpin parpol harus diuji pemikirannya soal ekonomi. Sebab, tahun depan, mereka bisa jadi berkuasa dan menentukan hajat hidup orang banyak.
"Siapapun yang terpilih masuk Senayan dan Istana Negara, berperan membuat kondisi masyarakat lebih baik," ujarnya saat pidato pembukaan.
Agung menuturkan, pertumbuhan ekonomi yang stabil dan kuat, sangat ditentukan stabilitas politik. Visi para pemimpin parpol wajib menjelaskan, bagaimana mereka memandang persoalan ekonomi di Tanah Air.
Dalam acara itu, para partai yang tergabung dalam koalisi Demokrat berjanji melanjutkan stabilisasi perekonomian hasil kerja pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Contohnya yang disampaikan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali. Dia menyatakan, kerukunan antar elemen bangsa saja yang belum terlihat dalam kinerja dan pemerataan ekonomi. "Kondisi ekonomi saat ini dalam jalur yang benar," kata Suryadharma.
Ketua Harian Demokrat Syarief Hasan mengklaim kinerja pemerintahan yang didominasi kader partainya berhasil. Khusus bidang ekonomi, selepas 2014, partai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini menjanjikan pemerataan pembangunan. "Perekonomian harus merata ke seluruh Indonesia. Bukan hanya pulau Jawa," kata Syarief.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa menyuarakan pendapat yang senada. Dia mengatakan, capaian pemerintah 9 tahun ini dalam ekonomi sudah luar biasa, karena produksi nasional meningkat 3 kali lipat.
Paket kebijakan yang dibutuhkan, kata Hatta, hanya kelanjutan stabilitas dan perbaikan untuk sektor yang belum maksimal dijalankan, misalnya infrastruktur jalan. "Fokus kita sebaiknya melanjutkan yang sudah baik. Continuity and change. Kekurangan kita itu biaya logistik, maka harus diperbanyak infrastruktur," ujarnya.
Marwan Jaffar dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga menyebut perlunya peningkatan belanja pemerintah untuk infrastruktur di masa mendatang. Namun, berbeda dari partai koalisi lain, harus ada upaya lebih besar menasionalisasi aset asing.
"Saya ingin coba mendalami nasionalisasi aset asing. Kita tidak pernah bicara pada periode kontemporer. Tidak pernah 1 capres yang ada sekarang berani bicara soal nasionalisasi aset," tuturnya.
Di lain pihak, Ketua Umum Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta mengatakan, pelanjutan program ekonomi yang sudah berjalan di pemerintahan SBY, wajib semakin liberal dengan meminimalisir intervensi negara.
"Jika kita perhatikan apa yang diharapkan dunia bisnis pada pemerintah ke depan, buat agar bisnis lebih mudah, lebih cepat," kata Anis.
Sedangkan visi yang berbeda ditawarkan oleh partai baru, seperti Nasional Demokrat (Nasdem) atau partai oposisi di parlemen semisal Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Sekretaris Jenderal Gerindra Fadli Zon menyindir kinerja pemerintahan yang didominasi elit Partai Demokrat. Gerindra memandang partai penguasa telah gagal mengupayakan kemandirian ekonomi. Bahkan terlalu didikte asing.
Karena itu, program partai yang didirikan Prabowo Subianto itu akan fokus supaya dalam daya tawar Indonesia, di lembaga seperti WTO, semakin besar. Kebijakan perdagangan juga akan dibikin lebih melindungi pelaku usaha lokal.
Nasionalisasi aset tambang maupun optimalisasi BUMN juga menjadi program utama Gerindra berhasil menjadi partai penguasa di 2014. "Kita selama ini hanya jadi pasar bagi asing, seharusnya kita lebih protektif dan kembali ke national interest. Jadi intinya kembali pada pasal 33 UUD 1945," kata Fadli.
Elit Nasdem Enggartiasto Lukita menyoroti kegemaran kabinet SBY mengimpor kebutuhan pokok, khususnya migas dan pangan. Hal ini membuat neraca perdagangan defisit.
Berangkat dari kondisi itu, partai baru ini berencana meningkatkan swasembada di banyak sektor. Tapi, supaya pemenuhan kebutuhan ini dapat dilakukan pengusaha dalam negeri, wajib ada kepastian hukum. "Masalah kepastian hukum dalam berbagai peraturan ini jangan hanya wacana," tuturnya.
Pemain baru lainnya, yakni Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) yang diwakili Yusuf Kartanegara turut menyuarakan perlunya nasionalisasi aset ekonomi penting. Khususnya yang terkait sumber daya alam sesuai amanat UUD 1945. "Pasca 2002, sumber daya ekonomi kita lebih banyak dikuasai asing. Kita wajib berlakukan kembali UUD 1959, itu jawabannya dengan kepastian hukum," tandasnya.
Di sisi lain, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang sejak 2004 menjadi oposisi mengaku siap menawarkan APBN bayangan untuk tahun depan. Diwakili Tjahjo Kumolo, partai berlambang banteng ini menitikberatkan penggunaan anggaran negara untuk sektor riil. Harapannya, bisa menciptakan swasembada pangan, mengurangi impor, dan memangkas kemiskinan.
"Perluasan lapangan kerja harus diupayakan. Rasionya saat ini masih terlalu kecil. Swasembada pangan yang lebih holistik juga harus diperjuangkan," kata Tjahjo.