Suara.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi berencana menuntut terdakwa Anas Urbaningrum dengan hukuman maksimal atau penjara seumur hidup, Kamis (11/9/2014). Alasannya, antara lain karena Anas dianggap tidak kooperatif dalam menjalani persidangan dan mencoba mempengaruhi saksi dalam memberikan kesaksian.
Menanggapi rencana tuntutan hukuman maksimal, Anas terlihat tidak terlalu bereaksi.
"Oh gitu ya? Masa sih?," kata Anas kepada wartawan di depan pintu masuk Pengadilan Tipikor, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu berharap jaksa obyektif dan berpatokan pada fakta-fakta persidangan dalam menuntutnya.
"Saya berharap bahwa prosesnya termasuk tuntutan itu obyektif dan adil berdasarkan fakta-fakta persidangan, itu namanya kita menghormati persidangan ini, begitu," kata Anas yang mengenakan pakaian tahanan KPK.
Ketika ditanya apakah ia optimistis atau pesimistis? Anas hanya mengatakan:
"Ini bukan soal optimis atau tidak optimis, ini adalah soal keadilan, kalau keadilan tentu dasarnya adalah fakta-fakta persidangan bukan fakta-fakta di luar persidangan."
Terkait dengan penilaian KPK bahwa di persidangan, Anas mencoba mempengaruhi saksi dalam memberikan kesaksian, Anas mengaku tidak mrmiliki kekuasaan untuk melakukan itu.
"Begini, saya kan terdakwa, ditahan, tentu saya punya keterbatasan, yang punya kekuasaan dan kewenangan siapa, yang posisinya bebas siapa, kan sederhana saja logikanya," kata Anas.
Anas Urbaningrum didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU No. 31 tahun 99 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi.
Selain itu, ia juga didakwa melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 UU 8 tahun 2010 tentang TPPU serta Pasal 3 Ayat 1 atau Pasal 6 Ayat 1 UU no 15 tahun 2002 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang TPPU. Hukuman terberat untuk pasal yang didakwakan ke Anas adalah penjara seumur hidup.
Berdasarkan dakwaan, Anas menerima dua mobil mewah dan uang miliaran rupiah. Rincian hadiah yang diterima Anas, berupa Toyota Harrier bernomor polisi B 15 AUD senilai Rp670 juta, Toyota Vellfire nomor polisi B 67 AUD senilai Rp735 juta, biaya survei pemenangan Anas menjadi Ketua Umum Partai Demokrat sekitar Rp478 juta, uang senilai Rp116,5 miliar, serta uang sekitar 5,2 juta dollar AS. Pemberian itu diterima Anas ketika masih menjadi anggota DPR.
Uang tersebut diduga berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga, proyek di Perguruan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional, dan proyek lain yang dibiayai APBN yang didapat dari Permai Group.
Selain menerima gratifikasi, Anas didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR periode 2009-2014. Nilai pencucian uang Anas sekitar Rp23,8 miliar.
Dalam perkara ini, Anas dikenakan Pasal 12 huruf a subsider Pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 KUHP dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 hingga 20 tahun dan pidana denda Rp 200 juta hingga Rp1 miliar.