Suara.com - Penahanan dua orang guru sekolah Jakarta International School (JIS), Neil Bantleman dan Ferdinant Tjiong di Polda Metro Jaya, terus mengundang simpati dan dukungan dari para siswa, guru dan orangtua siswa sekolah tersebut. Hari ini, Kamis (9/10/2014) sejumlah siswa, guru, karyawan, termasuk Serikat Pekerja dan orangtua siswa JIS mendatangi Polda Metro Jaya untuk menjenguk dan memberikan semangat serta dukungan kepada kedua guru tersebut.
Sebuah tulisan menyebut We Love You Neil and Ferdi, dan tulisan We Miss You Neil and Ferdi. Please Come Back Soon dibuat khusus oleh murid-murid TK dan SD JIS serta dibawa untuk Ferdinant dan Neil sebagai ungkapan simpati kepada kedua guru tersebut.
Maya Lestari, orangtua sekaligus juru bicara kegiatan ini menjelaskan, kedatangan siswa, guru dan orangtua ini lebih didasari oleh keinginan para siswa dan staff untuk bertemu dengan guru-guru mereka.
Ferdinant, yang sudah bekerja di JIS selama lebih dari 17 tahun, selama ini dikenal sebagai asisten guru SD yang sangat dekat dengan para siswa. Itu sebabnya ketika Ferdinant tidak pernah hadir lagi selama hampir 90 hari terakhir banyak siswa yang menanyakan keberadaannya.
"Sebagian sudah ada yang tahu kondisi pak Ferdinant seperti yang terjadi saat ini. Namun banyak siswa yang bingung kemana guru yang selama ini mereka anggap sebagai teman dan pelindungnya di sekolah tak pernah ada lagi. Karena itulah kami mendampingi anak-anak dan sebagian guru dan staf di JIS untuk bisa bertatap muka dengan Pak Ferdinant sekaligus memberikan dukungan moral," jelas Maya di Polda Metro Jaya, Kamis (9/10/2014), dalam keterangan tertulis yang diterima suara.com.
Neil dan Ferdinant hampir 90 hari berada dalam tahanan Polda Metro Jaya. Kedua guru JIS ini dilaporkan oleh salah satu orangtua murid berinisial D karena dianggap melakukan tindak asusila terhadap siswa di JIS.
Perwakilan guru, staf dan Serikat Pekerja JIS Ayu Hartoyo mengaku sangat prihatin dengan seluruh tuduhan yang menimpa Neil dan Ferdi. Tuduhan tersebut sangat tidak masuk akal dan sulit dipercaya oleh hampir seluruh guru dan staf di sekolah tersebut.
Pasalnya dengan kedudukan Neil sebagai wakil kepala sekolah dan Ferdinant sebagai asisten guru SD, sangat tidak mungkin bagi mereka untuk berinteraksi dengan siswa TK yang diduga menjadi korban tindak asusila ini. Apalagi peristiwanya dilakukan pada jam sekolah dan di ruang wakil kepala sekolah yang sangat transparan.
"Kami yang telah bertahun-tahun bekerja di JIS shock mendengar semua cerita ini. Bukan hanya sistemnya yang tidak memungkinkan ini terjadi, tapi juga cerita yang dibangun untuk menetapkan kedua rekan kami sebagai tersangka tersebut sangat mengejutkan, karena tidak masuk akal. Kami percaya kebenaran akan terungkap dan sangat berharap kedua rekan kami dapat berkumpul kembali dengan keluarga serta keluarga besar di sekolah," ujar Ayu.
?Kasus dugaan tindak asusila di JIS ini telah menjadi sorotan dunia international. Selain karena siswa yang bersekolah di JIS berasal dari berbagai negara, sejak awal kasus ini terlihat tidak lazim dan seperti memiliki motif tertentu.
Sebagai contoh, pelapor kasus ini telah menggugat JIS sebesar 125 juta dolar Amerika atau hampir senilai Rp 1,5 triliun. Bahkan nilai gugatannya berubah-ubah, dari sebelumnya sekitar 12 juta dolar Amerika atau senilai Rp 140 miliar.
"Sebagai orangtua yang hampir setiap hari mengikuti kegiatan anak-anak di JIS, saya tidak percaya kejadian ini benar-benar ada. Kami yakin dan berharap para penegak hukum dapat membuktikan siapa yang benar dan siapa yang jahat dan memiliki motivasi tertentu. Sehingga tidak ada orang yang tidak bersalah yang harus dihukum," kata Maya.
Sementara itu, Sisca Tjiong, istri Ferdinant Tjiong mengaku sejak kasus yang melibatkan suaminya terjadi, kehidupan keluarganya semakin penuh tekanan. Kedua anaknya yang masih kecil terus menerus menanyakan kenapa ayahnya tidak pernah pulang.
"Setiap hari saya ke Polda Metro untuk bertemu suami, sementara anak-anak sangat bersedih dan menderita karena ayahnya sudah tidak pulang hampir 3 bulan. Karena masalah ini, anak-anak kami jadi tidak berani sekolah karena takut di-bully akibat dari kasus yang dituduhkan. Kami berharap kasus ini dapat diungkap secara terang-benderang, agar hidup kami juga plong, tidak menanggung beban dari masalah yang tidak pernah kami lakukan seumur hidup," imbuh Sisca.