Suara.com - Sebanyak 19 orang anak di kota Jayapura, Papua terinfeksi HIV/AIDS. Ke-19 anak tersebut berusia 5 hingga 9 tahun sebanyak 15 orang, dan sisanya 4 orang yakni berusia 10 hingga 14 tahun.
Menurut Ketua Komisi Penangulangan AIDS (KPA) Kota Jayapura Nuralam data tersebut diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok II Jayapura, Papua pada akhir tahun 2014 lalu. Dan hingga kini, pihak KPA Kota Jayapura masih menelusuri penyebab terinfeksinya para bocah tersebut. Salah satu bocah diduga tertular melalui transfusi darah.
"Beberapa hari yang lalu turun langsung ke unit-unit donor darah, dan saya sampaikan kepada petugas di unit yang ada soal informasi 19 anak yang terinveksi ini. Tapi, para petugas mengatakan bahwa sebenarnya tidak bisa langsung diklaim bahwa mereka terinfeksi akibat transfusi darah," ungkap Nuralam kepada Suara.Com di Kota Jayapura, Papua, Minggu (25/1/2015).
Nuralam melanjutkan, pihaknya belum bisa mengklaim bahwa transfusi darah sebagai penyebabnya. Pasalnya, karena saat ini Unit Transfusi Darah Kota Jayapura telah dilengkapi alat deteksi dini atau screening darah secara cepat terhadap penyakit dasar yang bisa saja ditemui dalam darah para pendonor, salah satunya HIV/AIDS.
"Saya ambil contoh kasus 2005 di Kota Sentani, Kabupaten Jayapura ada sebuah kasus seorang bayi divonis ODHA, sementara kedua orang tuanya dinyatakan negatif. Saat itu alasan orang tuanya bahwa sang bayi terinveksi melalui transfusi darah tapi PMI memang saat itu belum memiliki alat deteksi (screaning), berbeda dengan sekarang yang sudah ada," katanya.
Alat bernama screening darah ini itu bisa melakukan deteksi dini dalam tempo relatif cepat untuk mendeteksi penyakit berbahaya termasuk HIV dan AIDS.
Dijelaskan Nuralam, dalam memproses darah segar sebelum diberikan kepada pasien, petugas memang terlebih dahulu melakukan penelitian untuk mengecek adanya unsur penyakit yang terkandung dalam darah si pendonor. Apabila didalamnya terkandung penyakit seperti HIV, maka darah segar itu akan langsung dikarantina dan tak akan diberikan kepada si pasien.
"Sebelum kami memiliki alat deteksi darah ini, petugas melakukan deteksi secara manual. Tapi dengan adanya alat ini maka proses screening darah bisa dilakukan lebih cepat selain keakuratannya juga lebih terjaga," akunya.
Selanjutnya melihat fenomena 19 bocah yang tertular HIV dan AIDS yang memprihatinkan, Nuralam menyarankan seluruh masyarakat Kota Jayapura harus memberanikan diri menjalani tes VCT, agar tidak saling menyalahkan ketika ada bagian dari keluarga yang terinveksi HIV dan AIDS di kemudian hari.
Selain melakukan VCT, tambah Nuralam, dibutuhkan sebuah kejujuran dari seorang pendonor saat akan menyumbangkan darahnya.
"Biasanya saat pendonor sebelum diambil darahnya. Dia wajib mengisi formulir yang disiapkan petugas. Dalam formulir itu ada salah satu pertanyaan apakah pernah berhubungan badan bukan dengan pasangan kita di tiga bulan terakhir. Nah disini kita dituntut harus jujur dalam mengisinya, karena tiga bulan terakhir berhubungan badan diluar pasangan kita itu merupakan masa rawan, apalagi dengan pihak yang terinveksi HIV dan AIDS," tandas Nuralam. (Lidya Salmah)