Suara.com - Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Djamil menjelaskan proses identifikasi jenazah korban memerlukan waktu.
Abdul Djamil menjelaskan proses identifikasi membutuhkan empat hal. Pertama, pada dua hari awal setelah kejadian, pemerintah Arab Saudi menutup akses untuk mendapatkan data-data awal korban dikarenakan mereka sedang proses evakuasi dan identifikasi awal.
"Kami baru mendapatkan akses ke tempat pemulasaraan jenazah pada tanggal 25 September 2015 pukul 23.00 WAS," kata Abdul Djamil dalam pernyataan pers, Senin (28/9/2015).
Kedua, proses identifikasi dan pencocokan data yang relatif tidak mudah dikarenakan foto kondisi jenazah yang berbeda dengan foto pada Siskohat dan E-Hajj. Tim melakukan inventarisasi foto-foto yang diduga memiliki kemiripan dengan wajah-wajah jenazah.
Ketiga, banyak foto tanpa disertai identitas yang meyakinkan bahwa yang bersangkutan adalah jemaah haji Indonesia. Padahal diperlukan proses pengecekan data dan file pendukung yang memperkuat dugaan bahwa jemaah tersebut adalah jemaah haji Indonesia, baik berupa gelang jamaah, sobekan DAPIH, identitas maktab, kartu bis, tas paspor, aksesoris syal, kain ihram, kain kerudung, pakaian, dan lain
sebagainya.
Keempat, perlunya prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi kesalahan penyampaian informasi kepada keluarga jemaah haji.
Hingga hari ini, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Arab Saudi telah mengidentifikasi 41 jemaah haji Indonesia yang wafat karena peristiwa Mina. Hal ini sehubungan dengan telah teridentifikasinya kembali tujuh jenazah jamaah haji Indonesia yang ada di pemulasaraan Mu’aishim sampai dengan dini hari tadi waktu Arab Saudi.
“Sampai dengan saat ini, kami telah menginventarisasi jamaah haji korban peristiwa Mina dengan informasi sebagai berikut: jamaah meninggal dunia pada rilis sebelumnya sebanyak 34 orang, saat ini teridentifikasi lagi sebanyak tujuh orang sehingga jumlah total menjadi sebanyak 41 orang,” kata Abdul Djamil.