Suara.com - Kasus kekerasan terhadap anak terus meningkat setiap tahun. Upaya penegak hukum seakan tidak menimbulkan efek jera. Bahkan kekerasan terus muncul di Tanah Air hingga memicu keprihatinan mendalam. Dibutuhkan aksi nyata agar tidak ada lagi anak-anak yang menjadi korban.
Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dari 2011 sampai 2014, terjadi peningkatan yang signifikan. Pada 2011 terjadi 2.178 kasus kekerasan, 2012 ada 3.512 kasus, 2013 ada 4.311 kasus, 2014 ada 5.066 kasus.
Belum lama ini, ditemukannya PNF (9) dalam kondisi tidak bernyawa di dalam kardus tidak jauh dari kediamannya di kawasan Kalideres Jakarta Barat, diduga juga menjadi korban predator anak.
Hal itu dipastikan dengan pernyataan Direktur Reserse Kriminal Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti bahwa tersangka A (39) merupakan pedofilia.
"Kami mendapatkan hasil autopsi yang menggambarkan terjadinya persetubuhan paksa yang dilkakukan oleh pelaku kepada korban. Kondisi ini menjadikan pelaku diduga mengalami kelainan psikoseksual atau paedofil," ungkap Krishna Murti di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dijelaskan Krishna, sesuai dengan kajian akademis yang sudah banyak dijelaskan, umumnya orang pedofilia punya ciri-ciri "single" dan suka tinggal sendiri.
Selain itu, pengidap pedofilia juga suka dekat dengan anak-anak serta melakukan nisbi banyak aktivitas dengan mereka.
Pada umumnya, lanjut dia, para pelaku kenal dengan calon korban mereka, hingga kemudian dari kedekatan tersebut praktik untuk menarik korban dilakukan dengan menawarkan sebuah imbalan.
Selain itu, kata dia, para pedofil gemar memberi imbalan kepada korban mereka.
Perberat Hukuman Predator Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa meminta pelaku kekerasan pada anak diberikan hukuman yang berat untuk memberikan efek jera.
"Kalau ada kekerasan seksual juga fisik, maka proses pemberatan hukuman menjadi penting supaya ada efek jera bagi siapa pun pelakunya," ucap Mensos.
Selain itu, pemberatan hukuman juga untuk mencegah munculnya efek berantai karena para predator anak juga akhirnya akan "melahirkan" perdator baru. Korban predator akan menjadi predator baru.
"Jadi korban pedofil, korban sodomi itu bisa berantai, dari pola yang seperti ini maka pemberatan hukuman menjadi sesuatu yang semestinya diberikan ruang," ujar Mensos.
Pemberatan hukuman bisa diberikan di pengadilan dalam vonis hakim. Bentuknya bisa apa saja, misalnya, hukuman berlapis hingga hukuman mati.
Bahkan di beberapa negara seperti Amerika dan Eropa, para predator anak ini dihukum dengan memutus syaraf libido sehingga mereka tidak bisa lagi memangsa anak-anak, tambah Mensos.