Suara.com - Presiden Joko Widodo memita masukan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mereformasi sektor hukum negara. Tujuan Jokowi, agar tujuan reformasi tersebut sesuai harapan dan tepat sasaran.
Presiden Jokowi tengah membahas cara yang pas dalam paket kebijakan hukum. Menko Polhukam Wiranto menyebut paket kebijakan hukum itu akan berfokus untuk menyikat para makelar kasus.
"KPK dan semua penegak hukum dimintai masukan. KPK berharap ada penguatan KPK dalam pemberantasan korupsi," ucap Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, Rabu (28/9/2016).
Senada dengan Syarif, Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha mengatakan bahwa KPK sering pro aktif dalam memberikan masukan kepada Presiden Jokowi dalam sektor hukum. Salah satu masukan yang diberikan KPK yaitu tentang tata kelola pemerintahan yang bebas dari praktik korupsi.
"Ada beberapa masukan yang disampaikan melalui berbagai kesempatan, terutama soal hukum dalam hal pemberantasan korupsi, juga yang berkaitan dengan tata kelola pemerintahan," kata Priharsa.
Sebelumnya, masukan lain yang juga muncul dari publik yaitu agar reformasi hukum yang dicetuskan Jokowi menyasar aparat pengadilan dan Mahkamah Agung (MA) yang terlibat mafia perkara. Suara itu disampaikan oleh Guru Besar Hukum Acara Pidana Universitas Soedirman Purwokerto, Prof Dr Hibnu Nugroho.
Dalam sistem peradilan terpadu, semua bermuara kepada pengadilan. Setiap rangkaian penyelidikan, penyidikan akan berakhir di meja hakim. Menurut Hibnu, ranah pengadilan haruslah bersih untuk mengantisipasi kesalahan yang ada di kepolisian atau kejaksaan.
Operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK dalam enam bulan terakhir pun telah mencerminkan hal tersebut. Sebut saja beberapa nama di lingkungan pengadilan yang ditangkap KPK yaitu, Andri Tristianto Sutrisna, Edy Nasution hingga Rohadi. Mereka merupakan salah satu contoh bahwa mafia perkara masih berkeliaran di lingkungan pengadilan, baik tingkat pertama hingga di MA.
Untuk reformasi hukum pengadilan secara sistemik, maka harus dikuatkan peran Komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan dan Komisi Yudisial. Ketiga komisi ini harus bisa saling menguatkan untuk mengawasi sistem peradilan pidana terpadu. Jalan terakhir yaitu membuat regulasi untuk mempensiundinikan para hakim yang sudah tidak produktif.