Suara.com - Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) keberatan dengan keterangan ahli dari Presiden Joko Widodo, profesor Djohermansyah Djohan dalam sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 70 (3) mengenai cuti selama masa kampanye yang diajukan Ahok ke Mahkamah Konstitusi.
Saat itu, Djohermansyah mengatakan Kementerian Dalam Negeri akan mengangkat pelaksana tugas atau penjabat gubernur yang bebas dari politik kepentingan atau conflict of interest untuk menempati posisi kepala daerah yang mengajukan cuti pada Pilkada serentak 2017.
"Bagaimana bapak bisa menjamin mengangkat pejabat yang bebas dari conflict of interest. Sementara Menteri Dalam Negeri yang menjabat sekarang berasal dari partai politik, bagaimana bisa bebas conflict of interest? Tolong dijelaskan," ujar Ahok kepada Djohermansyah dalam sidang di MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (6/10/2016).
Tak hanya itu, Ahok juga mempertanyakan sikap netral Menteri Dalam Negeri Tjahaja Kumolo apabila nantinya menunjuk plt gubernur DKI apabila setiap calon petahana diwajibkan mengikuti cuti saat masa kampanye di Pilkada Jakarta 2017.
Mendengar pertanyaan tersebut, mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah ini menerangkan prosedur dan standar dalam memilih plt Gubernur yang dilakukan oleh Kemendagri.
"Penunjukan Plt biasanya itu dilakukan menggunakan prosedur standar. Nggak bisa semua pejabat di Kemndagri dijadikan PJ (penanggung jawab) atau Plt. Hanya pejabat yang punya reputasi bagus yang bisa menjadi Plt. Tapi bisa juga dari pejabat pemda bersangkutan, asal pejabat pimpinan tinggi madya," kata Djohermansyah.
Pimpinan tinggi di Pemprov DKI Jakarta adalah Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah. Namun Djohermansyah memberikan sinyal Saefullah kemungkinan besar tidak akan ditunjuk sebagi plt gubernur DKI.
"Tapi Sekda mungkin nggak (dipilih jadi Plt Gubernur). Karena kemarin sempat ada interest dalam Pilkada," kata Djohermansyah.
Ahok menguji Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada yang berbunyi: Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan: a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan b. dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.
Menurut Ahok Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada bisa ditafsirkan bahwa selama masa kampanye Pemohon wajib menjalani cuti, padahal selaku pejabat publik, Pemohon memiliki tanggungjawab kepada masyarakat Provinsi DKI Jakarta untuk memastikan program unggulan DKI Jakarta terlaksana termasuk proses penganggarannya.
Ahok menilai penafsiran yang mewajibkan petahana cuti kampanye sebagai hal yang tidak wajar karena cuti merupakan hak seperti pada hak PNS yang diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Menurut Ahok aturan tersebut seharusnya dimaknai bahwa cuti kampanye merupakan hak yang sifatnya opsional.
Pada pilkada serentak 15 Februari 2017, masa kampanye dimulai dari 28 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017. Seluruh calon petahana yang mengikut pesta demokrasi imi diharuskan cuti pada saat masa kampanye.