Suara.com - Perlakuan keji diterima seorang perempuan muda Afghanistan. Niatnya untuk mendapat keadilan pada aparat keamanan setempat, justru berujung traumatik.
Semula, perempuan yang mengaku bernama Mariam, 18 tahun, itu hendak melaporkan peristiwa pemerkosaan yang dialami pada awal Juli silam.
Di bawah todongan senjata, dia dibawa dari rumahnya di Distrik Zareh, Provinsi Balkh, Afghanistan Utara, oleh seorang lelaki ke sebuah rumah di jalanan yang sama, kemudian diperkosa beserta teman lelaki tersebut.
Mariam dan sang ayah mencoba melaporkan kejadiaan ini ke kepolisian setempat. Namun, bukannya keadilan yang didapat, dia justru diperkosa salah satu komisioner kepolisian di distrik tersebut.
"Saat saya bersama ayah melaporkan kasus perkosaan ini, seorang komisioner polisi memerintahkan agar ayah menunggu di luar, kemudian dia membawa saya masuk ke kantornya untuk diperkosa," kata Mariam.
Usai diperkosa, aparat hukum itu mengancam agar Mariam menutup mulut atau perempuan itu akan dibunuh, kata korban melalui telepon dari Kabul, tempat ia tinggal bersama ayahnya.
Menurut pegiat HAM, Afghanistan merupakan salah satu negara paling berbahaya bagi perempuan. Negara itu tak memiliki jumlah polisi perempuan yang memadai, sehingga tak banyak kaum hawa yang berani melaporkan kasus penyiksaan tersebut.
Banyak kajian menunjukkan 8 dari 10 perempuan di Afghanistan mengalami penyiksaan seksual secara fisik atau psikologis. Tapi, hanya sedikit dari ribuan korban yang melaporkan kasus itu tiap tahunnya.
Pegiat HAM, Oxfam mengatakan, perempuan Afghanistan kesulitan mendekati petugas pria karena alasan sosial dan kebudayaan.
Bahkan saat mereka melapor, kasusnya tidak ditangani dengan baik. Dalam beberapa kasus, polisi kerap menyerang bahkan memperkosa perempuan yang butuh pertolongan, tambahnya.