Membaca Sikap Jokowi, Kenapa Tak Bisa Langsung Dekati Prabowo-SBY

Jum'at, 25 November 2016 | 18:29 WIB
Membaca Sikap Jokowi, Kenapa Tak Bisa Langsung Dekati Prabowo-SBY
Presiden Joko Widodo menyambangi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di kediamannya, di Hambalang, Bogor, Senin (31/10). (Antara)

Suara.com - Situasi politik nasional memanas setelah demonstrasi 4 November 2016, terutama setelah muncul isu penggulingan terhadap pemerintahan yang sah.

Semenjak itu, Presiden Joko Widodo konsolidasi dengan kalangan ulama, militer, dan para ketua partai.

Pertama-tama, Jokowi makan siang, lalu naik kuda bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di rumah Prabowo, Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Prabowo merupakan rival di pemilihan presiden 2014. Pertemuan mereka berlanjut di Istana beberapa pekan kemudian.

Jokowi juga bertemu Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh, Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, Ketua Umum PAN Rohamurmuziy, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Bahkan, Megawati yang merupakan ketua partai pendukung Jokowi ikut turun gunung menemui para ketua partai pendukung pemerintah untuk membantu meredam suhu politik yang panas.

Namun yang menjadi pertanyaan publik, kenapa Jokowi tak menemui Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Yudhoyono merupakan mantan Presiden dua periode berturut-turut.

Menurut pengamat politik dari lembaga Lingkar Madani, Ray Rangkuti, saat ini Jokowi sedang berada pada posisi memilih antara merangkul poros Yudhoyono atau poros Prabowo.

Sebab, kata Ray, Jokowi tidak mungkin bisa menyatukan dua kekuatan politik tersebut karena pengaruh sejarah politik Yudhoyono dan Prabowo.

"Anda bisa bayangkan, kalau kita tanya kembali riwayat pertemuan antara Prabowo dengan SBY, itu adalah riwayat politik yang tidak akur. Sejak mereka di TNI. Kemudian 2004 mereka bersaing. 2009 juga bersaing waktu itu Bapak Prabowo pasangan dengan Ibu Mega," kata Ray dalam diskusi politik dengan tema Peta Politik Paska 4/11: Mempertanyakan Loyalitas Partai-Partai Pendukung Jokowi di kantor PARA Syndicate, Jalan Wijaya Timur, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (25/11/2016).

Selain itu, kata Ray, di pilkada Jakarta periode 2017-2022, kedua tokoh itu lagi-lagi berbeda kepentingan politik. Yudhoyono mengsung putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono, menjadi calon gubernur berpasangan dengan Sylviana Murni, sementara Prabowo dan PKS mengusung Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.

"2014 tentu keduanya tidak ada persaingan. Tapi mereka ada persaingan di pilkada DKI Jakarta. Itu juga bisa kita pahami kenapa kemudian gerbong non Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) itu tidak bisa satu kelompok, karena ada aktornya. salah satunya adalah Partai Demokrat dalam hal ini Pak SBY, yang kalau kita baca lagi-lagi sejarahnya hampir sulit kelihatan mereka bertemu, antara Pak Prabowo dan Pak SBY," ujar Ray.

Ray mengatakan faktor sejarah itulah yang kemudian membuat Jokowi memilih mendekati salah satu tokoh yaitu Prabowo.

Menurut Ray, Jokowi telah berhitung kedua tokoh itu tidak akan pernah kompak.

"Sebetulnya yang sulit ketemu itu bukan Pak SBY dengan Pak Jokowi, tapi yang sulit itu adalah mempertemukan Pak Prabowo dengan Pak SBY dalam satu ruangan. Itu pilihan pertamanya. Oleh karena itu Pak Jokowi lebih memilih Pak Prabowo," tutur Ray.

Namun, menurut Ray, faktor itu bukan satu-satunya penyebab Jokowi tidak mau bertemu dengan Yudhoyono.

"Tapi bukan karena itu alasan tunggalnya, bukan karena sulit mempertemukan dua mantan Jenderal ini di dalam satu meja. Tapi tentu ada juga kecenderungan politik Pak Jokowi memilih bertemu Prabowo," kata Ray.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI