Suara.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti, menilai sejauh ini tidak ada konflik serius antara Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, meski pernah bersaing di pemilihan presiden tahun 2014. Itu sebabnya, menurut Ray, Jokowi lebih nyaman bertemu Prabowo ketimbang dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.
"Pada dasarnya tidak ada konflik yang keras antara Pak Jokowi dengan Pak Prabowo. Atau PDI Perjuangan dengan Partai Gerindra," kata Ray dalam diskusi politik dengan tema Peta Politik Paska 4/11: Mempertanyakan Loyalitas Partai-Partai Pendukung Jokowi di kantor PARA Syndicate, Jalan Wijaya Timur, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (25/11/2016).
Ray menambahkan Jokowi memiliki hubungan historis dengan Prabowo. Prabowo pernah menjadi pasangan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di pilpres tahun 2009. PDI Perjuangan merupakan partai pendukung Jokowi.
"Jadi tidak ada riwayat perseteruan yang keras antara Pak Jokowi dengan Pak Prabowo. Kecuali pada pilpres kemarin (2014), tapi riwayat sebelumnya adalah riwayat yang bahkan sebelumnya berjalan lebih ringan dan seimbang," ujar Ray.
Berbeda dengan hubungan antara Jokowi dan Yudhoyono. Menurut Ray saat ini hubungan keduanya bukan lagi sebatas hubungan antara pemerintah dengan partai oposisi, melainkan perseteruan politik.
"Saya sih melihatnya, Pak Jokowi ini memang mau mengatakan Pak SBY Itu bukan lagi pada level oposisi, tapi sudah seteru politik. Jadi seteru politik itu sudah naik sedikit dibanding oposisi," tutur Ray.
"Kalau oposisi itu kan perang-perangan seperti yang dilakukan oleh PKS, Gerindra kepada pemerintah. Kalau benar ya benar, kalau salah ya dikoreksi. kra-kira begitu Itu kalau oposisi," Ray menambahkan.
Ray menilai saat ini Jokowi memilih bersikap beda dengan Yudhoyono. Menurut Ray, di manapun posisi Yudhoyono, Jokowi akan mengambil posisi yang berseberangan.
"Kalau seteru politik, pokoknya harus beda. Kalau dia ke A, maka kita ke B. kalau dia ke B, kita ke A. Dan seterusnya," ujar Ray.
Ray mengatakan hal itu yang mengakibatkan Jokowi dan Yudhoyono tidak bisa berada dalam posisi politik yang sama.
Lebih jauh, Ray menilai Yudhoyono sedang berada pada posisi dilematis setelah tak lagi menjabat sebagai Presiden.
Yudhoyono, menurut Ray, tidak dapat memposisikan diri sebagai negarawan karena harus memperjuangkan kepentingan Partai Demokrat.
Dalam posisi ini, kata Ray, Yudhoyono harus selalu terlibat dalam dunia politik praktis.
"Kalau kita baca kembali, sebetulnya ada kerumitan pada pak SBY sebagai ketua umum partai sekaligus mantan Presiden. Kerumitannya apa, ini persoalan psikologi mantan presiden yang jadi ketua partai," kata Ray.
Ray mengatakan Yudhoyono tidak akan bisa memposisikan diri sebagai negarawan selama tetap menjbat ketua partai. Untuk menjadi politisi pun, kata Ray, Yudhoyono harus berbeda dengan Jokowi supaya ratingnya naik.