Jurnalis di Papua Belum Terbebas dari Intimidasi

Angelina Donna Suara.Com
Senin, 06 Februari 2017 | 09:57 WIB
Jurnalis di Papua Belum Terbebas dari Intimidasi
Jumpa pers WAN-IFRA soal kebebasan pers di Papua
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Hal lain yang juga menjadi masalah bagi kebebasan pers di Papua adalah sebagian besar pendapatan media massa berasal dari perusahaan besar seperti Freeport di Timika atau pemerintah daerah. Tentu saja ini mengakibatkan berkurangnya independensi media-media tersebut.

Sementara itu di Merauke, meski tidak ada laporan adanya kekerasan fisik yang dilakukan aparat terhadap jurnalis, tetapi mereka mendapatkan ancaman psikis.

Di era pemerintahan Jokowi misalnya, terjadi pelarangan oleh aparat keamanan terhadap salah seorang jurnalis Merauke, Syech Boften dari media Papua Selatan Pos.

Ia sempat dilarang meliput kedatangan Jokowi pada tahun 2015 di Merauke untuk acara Panen Raya di Wapeko.

Pasalnya, ia memberitakan soal pembiaran lahan tanah adat yang seharusnya diolah menjadi sawah di daerah Kombe, Merauke.  Dirinya juga ditelepon oleh pejabat pemerintah dan mengatakan jangan membuat berita yang dapat merusak citra Jokowi. 

Di sisi lain, Jokowi menyatakan membuka akses seluas-luasnya untuk kunjungan jurnalis asing ke Papua pada 2015. Tetapi dari 16 jurnalis asing yang datang dan meliput di 11 di antaranya datang didampingi oleh aparat pemerintah. Jadi, masalah independensi terhadap jurnalis asing juga masih dipertanyakan.

Sebagai informasi tambahan, Indeks Kebebasan Pers yang disusun Dewan Pers pada tahun 2015 menyebutkan bahwa provinsi Papua berada dalam kondisi agak bebas (skor 63,88). Sedangkan Provinsi Papua Barat tercatat sebagai provinsi kurang bebas (skor 52,56).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI