Pengguna Narkoba Harus Dirangkul, Bukan Dijauhi

Adhitya Himawan Suara.Com
Sabtu, 26 Agustus 2017 | 07:36 WIB
Pengguna Narkoba Harus Dirangkul, Bukan Dijauhi
Badan Narkotika Nasional (BNN) menggelar pemusnahan barang bukti narkotika golongan I jenis sabu, daun kath dan pil ekstasi di Jakarta, Selasa (22/8). [Suara.com/Kurniawan Mas'ud]

Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya menyadari sebagian besar tersangka kasus narkotika dan obat/ bahan berbahaya (narkoba) yang telah ditangkap dan memenuhi sel tahanan adalah juga tergolong sebagai korban dari jaringan bandar di atasnya.

Data pada 1 Juli hingga 15 Agustus, Polrestabes Surabaya menahan sebanyak 196 tersangka dari 161 kasus narkoba di berbagai tempat kejadian perkara di wilayah ibu kota Provinsi Jawa Timur itu. Para tersangka tersebut terdiri dari 185 orang laki-laki dan 11 perempuan.

"Bisa jadi para tersangka ini merupakan bagian dari korban kejahatan narkoba. Untuk itu kami berkomitmen untuk terus mengejar pelaku intelektualnya," ujar Kepala Polrestabes Surabaya Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Muhammad Iqbal, saat dikonfirmasi pada 15 Agustus lalu.

Mantan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya ini merangkul segenap lapisan masyarakat untuk bersama-sama menyatakan perang terhadap kejahatan narkoba.

Salah satunya, saat merilis tangkapan ratusan tersangka tersebut, yang dilanjut dengan pemusnahan barang bukti dari kasus narkoba yang telah disidangkan pada 15 Agustus lalu, Iqbal mengundang berbagai elemen masyarakat untuk turut menyaksikannya.

Pada hari itu, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Tito Karnavian memang menginstruksikan seluruh jajarannya untuk bersama-sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) se- Indonesia memusnahkan berbagai jenis barang bukti narkoba yang perkaranya telah diputus pengadilan.

"Di Surabaya, kami tak cuma mengundang aparat dari instansi terkait seperti kejaksaan dan pengadilan negeri untuk menyaksikan kegiatan pemusnahan barang bukti narkoba, melainkan juga mengundang berbagai elemen masyarakat. Sebagai bukti bahwa kepolisian dan masyarakat menjadikan kejahatan narkoba sebagai musuh bersama," ucapnya.

Terlebih, kegiatan pembakaran barang bukti narkoba tersebut digelar pada momen peringatan Ke-72 Kemerdekaan Republik Indonesia, menurut Iqbal, sekaligus untuk mengobarkan semangat perjuangan melawan kejahatan narkoba sebagai musuh bersama.

Baca Juga: Terbukti Narkoba, Polantas Polda Metro Dibekuk Propam Mabes Polri

Penjajahan Narkoba Berbagai literatur sejarah menunjukkan Indonesia telah dijajah melalui perdagangan narkoba sejak sebelum kolonial Belanda dengan kongsi dagang Perusahaan Hindia Timur Belanda atau "Vereenigde Ost Indische Companie" (VOC) menginjakkan kakinya di Bumi Nusantara.

Buku "Opium to Java" yang ditulis James R Rush tahun 1882 menggambarkan sejak sebelum VOC berkuasa di tanah air pada awal abad ke-17, opium adalah komoditas penting dalam perdagangan dunia yang diperebutkan oleh Inggris, Denmark dan Belanda.

Menurut buku yang diterbitkan kembali oleh Cornel University Press tahun 1990, dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Penerbit MataBangsa pada 2000 itu, menyebut Belanda kemudian memenangkan monopoli perdagangan opium di Indonesia sejak 1677, dengan menggandeng para pedagang elite China sebagai pelaksananya.

Di antaranya VOC mendapatkan perjanjian dengan Raja Jawa Amangkurat II untuk memasukkan candu ke Mataram, sekaligus memonopoli perdagangan candu ke seluruh pelosok negeri. Perjanjian serupa juga ditandatangani di Cirebon setahun kemudian.

Tercatat, dalam kurun waktu 1619-1799, VOC bisa memasukkan 56.000 kilogram opium mentah setiap tahun ke Jawa dan pada 1820 tercatat sebanyak 372 pemegang lisensi untuk menjual opium di Indonesia.

Rush, melalui buku "Opium to Java" juga mengungkap, bersamaan dengan perdagangan opium yang secara resmi digerojok VOC ke Indonesia, juga marak penyelundupan komoditas yang berasal dari bunga poppy (papaver somniferum) itu, tentunya dengan harga yang lebih murah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI