Suara.com - Massa dari 26 organisasi massa buruh, petani, perempuan, buruh migran (TKI), pemuda, dan mahasiswa, yang tergabung dalam ”Aliansi Selamatkan Slamet” menggelar aksi bersama di lereng Gunung Slamet, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (15/12/2017).
Dalam aksi itu, massa mandi dan mencuci pakaian di Kali Prukut, Desa Panembangan, Kecamatan Cilongok, yang airnya keruh diduga karena tercemar aktivitas proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Baturaden.
Rahmat Ajiguna, Sekretaris Jenderal Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA)—satu dari 26 ormas tersebut—mengatakan aksi itu dilakukan untuk mengecam pengeboran Gunung Slamet yang dilakukan PT Sejahtera Alam Energi (SAE) dalam proyek pembangunan PLTP Baturaden.
”Aksi ini diikuti oleh rakyat Gunung Slamet. Kami menuntut Presiden Joko Widodo dan pemerintah setempat untuk menghentikan proyek PLTP Baturaden yang justru hanya menguntungkan investor asing dan mengorbankan rakyat,” tutur Rahmat dalam keterangan tertulis yang diterima Suara.com, Jumat siang.
Ia menegaskan, warga sekitar Gunung Slamet sudah sejak lama menentang proyek tersebut. Sebab, proyek pembangunan PLTP Baturaden itu justru menggerus lahan penghidupan warga.
PT SAE sendiri, kata Rahmat, merupakan penggabungan dua perusahaan, yakni PT Steag GMBH yang berbasis di Jerman dengan PT Trinergie Mandiri Internasional (PT TMI).
”PT Steag GMBH menguasai 75 persen saham PT SAE. Sementara PT TMI menguasai 25 persen saham. Jejak rekam presiden komisaris perusahaan pengembang itu juga tak baik. Sebab, pernah tersangkut kasus gratifikasi Menteri ESDM era Presiden SBY, yakni Jero Wacik,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, PT SAE sudah menyosiasilasikan aktivitas pengeborannya pada Rabu (13/12). Sosialisasi itu dilakukan sebagai syarat untuk Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).
Dalam sosialisasi itu, PT SAE menyebut pengeboran dilakukan pada Jumat hari ini dengan target awal di 2 titik dari total 22 lokus pengeboran yang diperkirakan memunyai kandungan gas bumi. Kedua titik awal tersebut adalah Wallpad H dan F dengan luas masing-masing 1,5 hektare.
Baca Juga: Ini Aneka Promo yang Ditawarkan Green Pramuka City
”Pelaksana pengeboran dilakukan oleh Halliburton, perusahaan asal Amerika Serikat dengan menggunakan tenaga subkontrak PT Apexindo Pratama dengen nilai kotrak Rp105,48 miliar,” terangnya.
Namun, sejak awal, proyek itu ditentang oleh warga yang mengalami dampak buruk. Imbas paling buruk proyek itu dirasakan oleh 117.100 jiwa penduduk Kecamatan Cilongok.
”Warga tidak lagi mendapkan air bersih untuk kebutuhan konsumsi, mencuci dan kebutuhan lainya. Termasuk untuk kebutuhan usaha ekonomi pertanian, peternakan ikan, produksi tahu dan usaha-usaha ekonomi lainya,” jelas Rahmat.
Selain itu, ”Proyek PLTP Baturaden juga telah merusak lingkungan karena penggundulan hutan lindung. Hal itu menyebabkan banjir dan tanah longsor serta merusak habitat yang ada di dalam hutan,” imbuhnya.
Pada 9 Oktober 2017, warga yang berjuang menolak dan melakukan protes terhadap proyek PLTP Baturaden mendapat tindakan represif, penganiayaan hingga penangkapan.