Kala Nyawa Penumpang Kapal Berada di Bawah Aturan Otoritas

Iwan Supriyatna Suara.Com
Senin, 09 Juli 2018 | 08:47 WIB
Kala Nyawa Penumpang Kapal Berada di Bawah Aturan Otoritas
Fery KM Lestari Maju tenggelam di Bulukumba. (ist)

Adapun KM Lestari Maju yang tenggelam di perairan Selayar, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan sebenarnya merupakan kapal kargo yang dimodifikasi menjadi kapal Ro-Ro tanpa adanya izin. KM Lestasi Maju tenggelam pada tanggal 3 Juli 2018.

Data manifes penumpang yang dirilis BPBD Kabupaten Kepulauan Selayar menyebut kapal tujuan Pelabuhan Tanjung Bira di Bulukumba ke Pelabuhan Pamatata di Kepulauan Selayar itu mengangkut 139 penumpang.

Padahal, kapal tersebut membawa lebih dari 200 penumpang, dengan rincian 166 korban selamat dan 36 korban meninggal.

Fakta-fakta tersebut menunjukkan minimnya pengawasan izin dan operasional kapal yang sangat lemah di lapangan sehingga mengabaikan faktor keselamatan kapal.

"KM Lestari Maju, misalnya, sudah berusia 30 tahun dan masih dikategorikan sebagai kapal pengangkut barang atau kargo, bukan kapal penumpang. Ini seperti mobil tanpa STNK atau BPKP, tapi dijalankan untuk mengangkut penumpang. Parahnya, otoritas memberikan izin operasi atas kapal seperti ini," Heru menambahkan.

Untuk menghindari kecelakaan transportasi laut di kemudian hari, PII memberikan beberapa masukan kepada otoritas.

Pertama, perbaikan manajemen transportasi penyeberangan yang mencakup standar keselamatan, pelayanan, penegakan aturan dalam tata kelola transportasi laut.

Beberapa perbaikan yang perlu dilakukan meliputi, perbaikan standar keselamatan melalui pelatihan awak kapal agar benar-benar mengetahui dan menerapkan prosedur keselamatan kapal.

Selain itu, pengelolaan kapal tradisional sebaiknya dilakukan di bawah koperasi atau PO yang profesional untuk memastikan standar kelaikan dan keselamatan kapal, serta memenuhi sertifikasi kapal yang disyaratkan.

Ini karena kapal tradisional biasanya dijalankan secara mandiri oleh para pemilik kapal. Hal lain adalah perbaikan manajemen tata kelola transportasi air yang meliputi kesesuaian antara jumlah penumpang dan kapasitas kapal dan manifes penumpang.

Sudah berulang kali terjadi ketidaksesuaian antara manifes kapal dengan jumlah dan data penumpang kapal sebenarnya.

Baca Juga: Seorang Ibu di Jambi Bertarung dengan Buaya Selamatkan Anaknya

"Penegakan regulasi adalah poin penting yang harus dijalankan. Pemerintah perlu membentuk otoritas tunggal yang bertanggung jawab pada tata kelola transportasi air, bukan seperti saat ini yang beda jenis kapal beda pula otoritas yang membawahi. Aturan sertifikasi kapal juga harus ditegakkan. Bila peruntukan dan spesifikasi kapal tidak sesuai sertifikat, kapal harus dilarang beroperasi dan pemilik kapal serta pihak pemberi izin harus dijerat hukum," ujar Heru.

Kedua, perlu dilakukan audit secara berkala seperti penerapan standar ISO untuk pelayanan transportasi air. Dengan demikian, aktivitas pengoperasian kapal akan melalui audit ketat oleh auditor manajemen yang independen dan profesional.

Ketiga, meningkatkan kapasitas pegawai di Kementerian Perhubungan di pusat dan Dinas Perhubungan daerah dengan melakukan berbagai pelatihan oleh insinyur Kelautan dan Perkapalan.

"PII memiliki insinyur-insinyur di bidang ini yang bisa membantu meningkatkan kapasitas para aparatur negara untuk lebih memahami manajemen transportasi air," tambah Heru.

Keempat, PII menyarankan agar Kementerian Perhubungan, khususnya Dirjen Perhubungan Darat dan Laut merekrut lebih banyak insinyur di bidang Kelautan dan Perkapalan agar Dirjen ini diisi oleh SDM yang mumpuni di bidang tersebut.

Terkait kecelakaan kapal yang beruntun ini, Heru menegaskan agar regulator dan pelaku usaha transportasi air berhenti bermain-main dengan keselamatan dan nyawa penumpang. Regulator dituntut serius meningkatkan managemen operasional, sistem pengawasan, dan standar keselamatan.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI