Dalam praktiknua, kata dia, ketika bank memberikan kredit, tentu bank meminta jaminan berbentuk agunan dan sebagainya. Namun, lantaran petani Plasma Sawit dan Tambak Udang ini terlalu banyak hingga ribuan, maka tentu bank akan mengalami kesusahan dalam hal pemberian kredit dan akibatnya pemerintah akan mengalami kesusahan menyalurkan dana tersebut.
Oleh sebab itu, Bank BDNI meminta jaminan kepada salah satu perusahaan inti yakni PT Dipasena Citra Darmaja yang mau menggaransi kredit para petani dan petambak tersebut.
"Biasanya bank juga akan bantu plasmanya juga tapi tolong anda inti (PT Dipasena Citra Darmaja) harus menjamin (jadi Garansi petani). Jadi inti (perusahaan Inti PT Dipasena Citra Darmaja) biasanya yang melakukan jaminan," katanya.
Menurut dia, Bank BDNI akan tetap menagih ke para petani tambak, namun, apabila utang para petani tambak itu mengalami kredit macet dan tak bisa lagi membayar, maka bank tersebut (BDNI) akan meminta ke Penjamin atau Inti Plasma yakni PT Dipasena Citra Darmaja.
"Jadi kita tagih ke inti," katanya.
Namun, apabila dalam kenyataannya Inti Plasma atau PT Dipasena Citra Darmaja itu mengalami permasalahan lantaran terkena dampak krisis moneter, dan bakal tidak mampu membayarnya, maka bank tentu akan melakukan strategi. Bahkan bisa saja Bank tersebut menghapus hutang tersebut melalui hapus buku atau hapus tagihan.
"Bagi Bank, kalau intinya sedang bermasalah karena krisis memang bisa dibayar. Jadi ada negosiasi-negosiasi untuk bank tertentu ada yang mengatakan ya sudah lah memang gak bisa ditagih ya sudah dihapus. Mulai dari hapus buku dan hapus tagih," katanya.
"Tapi kalau bank BUMN itu gak bisa. Itu akan terus (ditagih) sampai mendapatkan persetujuan dari kemenerian (kemenkeu), Sekali lagi tergantung kebijakan bank," tambah dia.
Saat saksi ditanyakan oleh kuasa hukum Syafruddin, Yusril ihza Mahendra ihwal siapa yang akan bertanggung jawab jika bank yang diberikan mengalami krisis dan bank tersebut telah dibekukan dan di take over pemerintah (BPPN).
Baca Juga: Kasus SKL BLBI, Pengamat: Pemerintah Salah Kenakan Pidana
"Karena Banknya krisis dan diambil oleh BPPN dan yang bertanggung jawab menyelesaikan ini adalah BPPN. Jadi sekarang dengan kata lain sekarang ketika bank diambil alih maka tanggung jawabnya adalah BPPN. Karena tadi mau di hapus atau tidak (Hutang BDNI) itu kewenangan BPPN penuh, tinggal kita cari, dari mana BPPN dapat kewenangan itu," jawabnya.
Sebelumnya, saksi menerangkan bahwa saat BPPN melakukan hak tagih, belum timbul kerugian negara, sebab, pada fase itu, masih dalam tahap potensi kerugian. Namun, isai aset diserahkan ke PT PPA sebagai lembaga baru di Bawah Kemenkeu, maka PT PPA lah yang mencatatkan realisasi kerugian negaranya.