Nadia Murad, Budak Seks ISIS yang Raih Nobel Perdamaian 2018

Liberty Jemadu Suara.Com
Jum'at, 05 Oktober 2018 | 22:02 WIB
Nadia Murad, Budak Seks ISIS yang Raih Nobel Perdamaian 2018
Nadia Murad, aktivis Yazidi dan bekas budak seks ISIS, yang menerima Nobel Perdamaian 2018. [AFP/Frederick Florin]

Suara.com - Nadia Murad berhasil selamat dari salah satu kekejian paling mengerikan di dunia ketika ia, perempuan dari kelompok minoritas Yazidi, Irak, dijadikan budak seks oleh teroris ISIS dan pada Jumat (5/10/2018) dinobatkan sebagai salah satu pemenang Nobel Perdamaian 2018.

Murad bersama Dokter Denis Mukwege asal Kongo diumumkan sebagai penerima Nobel Perdamaian 2018 berkat upaya-upaya mereka menghentikan penggunaan kekerasan seksual sebagai senjata dalam perang.

Nadia Murad, aktivis perempuan Yazidi asal Irak, memenangkan Nobel Perdamaian 2018 yang diumumkan pada Jumat (5/10). [AFP/Mark Wilson]
Nadia Murad, aktivis perempuan Yazidi asal Irak, memenangkan Nobel Perdamaian 2018 yang diumumkan pada Jumat (5/10). [AFP/Mark Wilson]

Perempuan 25 tahun itu, demikian diwartakan AFP, menjadi orang Irak pertama dalam sejarah yang memenangkan Nobel Perdamaian.

Empat tahun lalu, tepatnya 15 Agustus 2014, desanya di Pegunungan Sinjar, dataran tinggi di utara Irak, diserbu oleh para teroris ISIS. Seketika itu nasib Nadia berubah.

Nadia dan seisi Desa Kocho diperintahkan untuk berkumpul di sebuah sekolah. Lelaki dipisahkan dari perempuan dan anak-anak. Pada hari itu juga sebanyak 312 lelaki dibunuh. Belakangan di sekitar desa itu juga ditemukan makam berisi jenazah 80 perempuan tua.

Derita Budak Seks ISIS

Anak-anak diculik untuk dijadikan petempur. Sementara Nadia dan teman-temannya dibawa secara paksa ke Mosul, ibu kota de facto ISIS, dan dijadikan budak seks.

Kepada Time, Nadia bercerita panjang tentang penderitaannya.

Nadia mengenang, setelah tiga hari disekap di Mosul, ia dan perempuan lainnya "dibagikan" kepada para anggota ISIS sebagai budak. Ia ingat beberapa perempuan sengaja merusak rambut mereka agar tak dilirik oleh para anggota ISIS. Sebagian lagi mengoles wajah mereka dengan arang baterai.

"Itu semua tak membantu, karena pada pagi harinya mereka meminta kami untuk membasuh wajah agar kelihatan cantik," cerita Nadia.

Beberapa perempuan Yazidi bahkan lebih ekstrem lagi. Ada yang bunuh diri dengan cara mengiris nadi dan ada yang melompat dari jembatan.

Di rumah tempat Nadia disekap, di sebuah kamar di lantai dua, ditemukan banyak bekas kekejian.

"Banyak darah dan di dinding ada cap tangan dari darah," kata dia. Di sana ada dua orang perempuan Yazidi yang bunuh diri.

Nadia sendiri tak berpikir untuk bunuh diri. Ia berharap para teroris itu yang membunuhnya.

"Saya tak ingin bunuh diri, tetapi saya ingin mereka membunuh saya," ujar dia.

Nadia Murad, aktivis Yazidi dan bekas budak seks ISIS, yang menerima Nobel Perdamaian 2018. [AFP/Frederick Florin]
Nadia Murad, aktivis Yazidi dan bekas budak seks ISIS, yang menerima Nobel Perdamaian 2018. [AFP/Frederick Florin]

Setiap pagi di Mosul, para perempuan Yazidi diperintahkan untuk mandi. Mereka lalu dibawa ke pengadilan syariah dan di sana mereka difoto. Setelahnya foto-foto itu dipajang di dinding pengadilan, lengkap dengan nomor telepon para teroris yang menjadi pemilik mereka.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI