Suara.com - Pembangunan hotel yang sempat direncanakan oleh penggarap proyek revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM), PT Jakarta Propertindo (Jakpro) menuai polemik. Terdapat penolakan dari para seniman karena rencana itu dianggap akan menjadikan TIM yang merupakan kawasan seni dan budaya menjadi bisnis
Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), pengurus kegiatan seni di TIM menganggap polemik muncul karena publikasi yang kurang dari pihak Jakpro. Terlebih lagi ketika masalah hotel mencuat, banyak informasi yang dianggap mengalami distorsi.
Salah satu informasi yang tidak sesuai adalah adanya istilah bintang lima pada hotel yang akan dibangun itu. Plt Ketua DKJ, Danton Sihombing mengaku tidak pernah mendengar hotel yang akan dibangun itu berpredikat bintang lima.
Lalu, kata Danton, ada juga anggapan TIM akan dijadikan hotel seluruhnya. Berdasarkan yang ia ketahui, hanya 4,1 persen dari keseluruhan luas lahan TIM yang akan dijadikan hotel.
Danton menilai Jakpro tidak terlalu masif dalam melakukan publikasi. Ia mencontohkan seperti gambar-gambar desain revitalisasi TIM yang tak dipasang sepanjang wilayah TIM.
Jika itu dilakukan, Danton menyebut masyarakat serta seniman setempat bisa mengetahui desain TIM setelah dibangun dan tidak ada distorsi informasi.
Mengenai hotel yang diwacanakan dapat menguntungkan seniman, Danton menganggap itu adalah urusan Jakpro nantinya. Namun ia menegaskan berkeinginan peran DKJ nantinya setelah revitalisasi TIM tidak berubah.
"Intinya diperkuat sajalah kehumasannya yang jelas, tanpa harus emosi, nampaknya kan sekarang jadi tegang nih hubungannya, ya enggak perlu lah. Orang ini niatan revitalisasi itu sangat baik sekali kok, cuma kan kurang informasi saja. Jadi wajarlah kaget tiba-tiba ruang seni mendadak jadi ruang konstruksi seperti itu kan, kalau saya kan hampir setiap hari ke TIM, jadi udah ngerti. Tapi orang yang sudah lama gak ke TIM tiba-tiba meilhat itu ya kaget lah, tanya macem-macem. Sudah gitu gak ada gambar, lah ini lagi ngapain di TIM," ujar Danton kepada Suara.com, Senin (27/11/2019).
Berikut wawancara lengkap Suara.com bersama dengan Danton Sihombing:
Baca Juga: Hotel Ditolak dan Anggaran Dipangkas, Jakpro Ingin Lepas Revitalisasi TIM
*Rencana pembangunan hotel di TIM gimana? Ada penolakan dari seniman?*
Jadi poin pertamanya, ini masalah kehumasan yang harus dibenahi. Informasinya kan hotel itu sendiri yang kita tahu dari informasi Jakpro itu luasannya enggak gede-gede amat. Itu 4,1 persen dari total seluruh kawasan. Terus isu hotel bintang lima, kami sendiri enggak tahu itu ada imbuhan bintang lima segala macem. Nanti masalah hotel lebih baik tanya ke Dwi Wahyu, Dirut Jakpro.
Kalau dari sisi seniman bahwa yang lebih penting statemen atau pernyataan Jakpro itu sudah jelas bahwa dia hanya mengelola di wilayah sarana dan prasarana. Dia tidak akan mencampuri kerja-kerja kesenian. Itu jelas.
Nah jadi sekarang menurut saya, sekarang adalah komunikasi atau informasi kehumasan yang kurang lengkap saja gitu ya. Itu yang harus dibenahi ajalah.
*Tapi dari DKJ sudah setuju dengan adanya hotel itu?*
Hotel itu bisa dilihat sebagai pelengkap, bukan yang utama. Utama tetap orang2 kesenian. Jadi kalau secara pendekatan juga akan dilakukan semacam galeri ksrya seni segala macem, artinya tidak seperti hotel yang kita bayangkan secara umum.