Soroti Panic Buying Masker, Ekonom: Yang Beli Bukan Konsumen tapi Penimbun

Kamis, 05 Maret 2020 | 11:02 WIB
Soroti Panic Buying Masker, Ekonom: Yang Beli Bukan Konsumen tapi Penimbun
Ilustrasi seorang perempuan mengenakan masker. [Shutterstock]

Suara.com - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menyebut perilaku panic buying bukan dilakukan masyarakat yang benar-benar membutuhkan atau konsumen.

Menurutnya, hal ini terjadi akibat dari perilaku penimbun gelap yang menjual kembali barang-barang itu dengan harga mahal.

Bhima menyampaikan hal tersebut dalam acara Mata Najwa bertajuk "Melawan Corona" yang tayang pada Rabu (4/3/2020) malam.

Ia berpendapat bahwa fenomena panic buying dipicu oleh perubahan perilaku masyarakat sebagai dampak rendahnya pertumbuhan ekonomi tahun ini.

"Dampaknya bisa kita lihat kembali pada tahun 2009. Bank of America sudah memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2020 sama rendahnya di tahun 2009, pada waktu Bank Century gagal bayar. Artinya, ini bisa memicu resesi ekonomi global dan perubahan perilaku masyarakat," kata Bhima.

Ia menambahkan, "Kalau kita lihat tadi terjadi panic buying. Ini kita duga bukan masyarakat yang melakukan panic buying".

Bhima Yudhistira dalam Mata Najwa (Screenshot Youtube Najwa Shihab)
Bhima Yudhistira dalam Mata Najwa (Screenshot Youtube Najwa Shihab)

Bhima mengatakan yang melakukan panic buying ini adalah para penimbun gelap.

"Maka yang kita lawan bukan hanya corona. Tapi yang kita lihat sekarang adalah virus corona ini membuka tabiat dari perilaku rente yang sama," kata Bhima.

Ia menyebut situasi ini sebagai "disaster capitalism, selalu ada kapitalisme di balik bencana".

Baca Juga: Kominfo: Tara Basro Sebarkan Pesan Positif, Tapi...

Bhima lalu menceritakan bahwa kelangkaan masker sudah terjadi sebulan terakhir di wilayah Jawa Tengah.

"Terlihat menumpuk seperti orang biasa. Sebenarnya dia melakukan perilaku reseller. Menjual di online misalnya. Dia memborong dari apotek-apotek. Di Jawa Tengah misalnya satu bulan terakhir itu maskernya sudah tidak ada," ungkapnya.

Bhima melanjutkan, "Ketika kita cek di Tokopedia atau e-commerce lainnya, ada yang menjual sampai satu juta rupiah per box. Ada memang yang memanfaatkan dalam kondisi seperti ini".

Bukan hanya barang kesehatan, Bhima juga melihat ada upaya penimbunan barang kebutuhan pokok. Sehingga harga komoditas seperti bawang putih di pasaran melambung tinggi.

"Kami melihat juga sudah ada Pak Moeldoko, ada aksi-aksi penimbunan ini terjadi pada waktu awal Januari. Khususnya pada komoditas bawang putih," ucapnya.

Kata Bhima, ada kenaikan harga bawang putih yang tidak wajar terjadi di pasar tradisional. Sehingga harganya di pasar tradisional jauh lebih mahal dari di pasar modern.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI