Kumpulan Cerita Pelik Para PRT yang Dirumahkan Sang Majikan karena Corona

Sabtu, 23 Mei 2020 | 18:07 WIB
Kumpulan Cerita Pelik Para PRT yang Dirumahkan Sang Majikan karena Corona
Rusminah (41), seorang PRT saat berbincang dengan Suara.com di Sekretariat Sedap Malam, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (22/5/2020). (Suara.com/Arga).

Rustinah punya makna sendiri soal lebaran. Dia memang tidak mudik, sebab dia lahir dan besar di Ibu Kota.

Hanya saja, suasana lebaran pada saat masa pandemi corona nanti juga membikin kepala Rustinah pusing. Alasannya satu, dia dan suaminya kini sudah tidak lagi bekerja alias dirumahkan.

Untuk itu, Rustinah hanya mengandalkan bantuan dari adik-adiknya. Meski demikian, Rustinah akan tetap merayakan dengan hati gembira meski kenyataan sebenarnya sangatlah getir.

"Beda banget pokoknya. THR dari adik-adik saya saja lah. Mau gimana pun saya akan tetap merayakan hari raya walau Covid gini. Yang penting tetap merayakan lebaran dengan hati gembira walaupun kenyataannya susah," beber Rustinah.

Merawat Hidup Kolektif

Berorganisasi bagi Rustinah Cs sebagai sesama pekerja domestik sangatlah penting. Bagi Rustinah, sebagai pekerja domestik, berorganisasi sangat penting. Hidup berkolektif dengan sesama rekan seprofesinya seperti merasa hidup sepenanggungan. Sebagai pekerja, Rustinah punya nilai tawar terhadap majikannya.

"Kalau menurut saya harus. Nomor satu harus berorganisasi. Kan banyak hal yang kami dapat. Kami punya nilai tawar sama majikan. Kami bisa nego sama majikan soal gaji dan lain-lain," ungkapnya.

Rustinah mengatakan, gaji bulanan pekerja domestik di Ibu Kota jauh dari kata 'sesuai UMR --Upah Minumum Regional. Angkanya sangat jauh. Upah Rustinah di majikannya yang terakhir cuma Rp1,5 juta sebulan --dengan proses negosiasi. Menurutnya, hampir sebagian besar upah para pekerja domestik di bawah UMR. Alasannya cuma diukur dari segi pekerjaannya.

"Jauh sekali di bawah UMR. Mana ada sih majikan yang mau kasih angka UMR. Karena diukur dari segi pekerjaan mungkin, jadi kalau UMR rasanya kebesaran. Itulah anggapan para majikan. Saya sebelum kerja di majikan yang terakhir, gaji saya 1,5 juta, itu juga pakai negosiasi," kata dia.

Baca Juga: Sehari Mau Lebaran, Pasien Positif Corona RI Melesat Jadi 21.745 Kasus

Diyana juga menemukan manfaat sejak dia aktif berorganisasi. Banyak ilmu yang bisa dia pelajari. Berkat bantuan salah satu founding, dia sempat studi banding ke Korea Selatan terkait kehidupan pekerja domestik di sana.

"Kalau menurut saya berorganisasi itu penting. Karena itu, dari organisasi pengalaman saya bertambah. Saya juga pernah ke Korea Selatan juga, dari salah satu founding kan mengadakan studi banding sama PRT yang ada di Korea. Tapi bukan PRT WNI, tapi PRT Korea di sana," ujar Diyana.

Menurutnya, pekerja domestik di Negeri Gingseng upahnya menyesuaikan besar rumah si majikan. Jika seorang pekerja doemstik bekerja pada majikan yang memunyai ukuran rumah besar, maka akan semakin besar upahnya.

"Kalau PRT di sana sesuai dengan wilayah bekerjanya menurut lebar rumah majikannya. Nanti gajinya menyesuaikan dengan besar rumah majikan. Kalau di sini kan beda, mau sebesar apa rumahnya gaji tetap kecil, di bawah UMR," sambungnya.

Meski demikian, kendala dalam berorganisasi turut dirasakan oleh kolektif Sedap Malam. Kekinian, anggota aktif Sedap Malam cuma 10 orang. Sebelumnya, anggot Sedap Malam lebih banyak dari angka tersebut. Waktu senggang yang jarang dimiliki oleh para pekerja domestik menjadi jawabannya. Sebagian besar dari mereka lebih memilih mengurus keluarga ketimbang berorgsnisasi.

"Hingga kini yang bertahan hanya 10 orang. Pekerjaan mereka (yang sudah tidak aktif) banyak. Libur kadang hanya hari minggu saja, jadi mereka memilih beristirahat di rumah," ucap dia.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI