Kosong Melompong
Banjir, bagi Manaf, adalah kenyataan yang berulang, seperti bangun tidur, beraktivitas, kemudian tidur lagi. Di musim seperti ini, dia kembali menyelami keberulangan tersebut: hujan, air yang meluap, membersihkan sisa lumpur dan seterusnya.
Manaf bercerita, rata-rata rumah di lingkungannya memiliki dua lantai. Lantai dasar akan dibiarkan kosong melompong, dan lantai dua digunakan untuk menaruh barang-barang.
"Lantai dasar sama warga biasanya dibiarkan kosong, nah barang-barang semua dipindahin ke atas. Kadang-kadang, ada juga yang numpang sementara di rumah tetangga," ungkap Manaf.
Lumpur
Kami kemudian melanjutkan perjalanan ke arah bantaran kali. Lumpur setebal 20 centimeter --kira-kira hampir menutupi mata kaki-- menyulitkan akses kami menuju ke sana.
Terpantau ada lima unit rumah yang sudah dibiarkan kosong oleh penghuninya. Letaknya hanya 150 meter dari bantaran Kali Ciliwung. Kaca-kaca pecah, tanpa pintu, dan lumpur bertumpuk mencapai ketinggian 35 centimenter dibiarkan begitu saja.
Kata Manaf, rumah-rumah itu memang sengaja ditinggalkan oleh penghuni sebelumnya. Sebab, sang empunya rumah sudah ogah berpusing ria dengan banjir yang berulang.
"Ya gini, dibiarkan begitu saja. Sama yang punya rumah sudah ditinggalin," cetus Manaf.
Baca Juga: Nah Lho! Anies Disemprot Lagi karena Jakarta Banjir, Trotoar Mampet!

Banjir Seatap Rumah