Polisi Marah Difoto saat Piting Pendemo, Jurnalis Dimaki, Kepala Dipukuli

Jum'at, 09 Oktober 2020 | 16:52 WIB
Polisi Marah Difoto saat Piting Pendemo, Jurnalis Dimaki, Kepala Dipukuli
Seorang demonstran diciduk petugas saat demonstrasi menolak disahkannya Undang-Undang Omnibus Law di Kawasan Tugu Tani, Jakarta Pusat, Kamis (8/10). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Jurnalis ketiga adalah wartawan dari merahputih.com, Ponco Sulaksono. Ia sempat "hilang" beberapa jam, sebelum akhirnya diketahui ia dibekuk polisi.

Sulaksono kemudian ditahan di Polda Metro Jaya. Seorang jurnalis Radar Depok, Aldi, sempat merekam momen dia keluar dari mobil tahanan, Aldi yang bersitegang dengan polisi malah ikut dibawa.

Polisi juga ikut menahan anggota pers mahasiswa yang meliput aksi, yaitu Berthy Johnry (anggota Lembaga Pers Mahasiswa Diamma Universitas Prof Dr Moestopo Beragama di Jakarta), Syarifah dan Amalia (anggota Perslima Universitas Pendidikan Indonesia Bandung), Ajeng Putri, Dharmajati dan Muhammad Ahsan (anggota Pers Mahasiswa Gema Politeknik Negeri Jakarta).

Mereka ditangkap dan dibawa ke Polda Metro Jaya bersama anggota massa aksi lain.

"AJI Jakarta dan LBH Pers menegaskan penganiayaan oleh polisi serta menghalangi kerja jurnalis merupakan pelanggaran terhadap UU Nomor 40/1999 tentang Pers," kata Tanjung.

Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (pasal 4 UU Pers) dan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta (pasal 18 ayat 1).

"Artinya, anggota kepolisian yang melanggar UU itu pun dapat dipidanakan. Kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan kepolisian kerap berulang. Aksi #ReformasiDikorupsi pun aparat mengganyang wartawan yang meliput," kata Tanjung.

Namun hingga saat ini perkara itu tidak rampung meski telah melaporkan kasus itu ke polisi sedangkan sanksi etik Kepolisian Republik Indonesia tak cukup untuk menghukum para terduga kekerasan.

"Meski wartawan telah melengkapkan diri dengan atribut pers dan identitas pembeda di lokasi demonstrasi, tetap saja jadi sasaran amuk polisi. Dalih polisi 'kartu pers wartawan tak kelihatan', maupun rencana penggunaan pita merah-putih yang pernah diusulkan Polri sebagai pembeda, hingga kini tak terealisasi," kata dia.

Baca Juga: Ribuan Pendemo Ditahan di Polda Metro, Wagub DKI: 14 Orang Reaktif Corona

Ia juga mengimbau pimpinan redaksi ikut memberikan pendampingan hukum kepada jurnalisnya yang menjadi korban kekerasan aparat sebagai bentuk pertanggungjawaban.

REKOMENDASI

TERKINI