Pelanggaran Protokol Kesehatan dalam Tahapan Pilkada Tak Lagi Signifikan

Sabtu, 17 Oktober 2020 | 08:42 WIB
Pelanggaran Protokol Kesehatan dalam Tahapan Pilkada Tak Lagi Signifikan
Dirjen Bina Adwil Kemendagri, Safrizal, dalam rapat Analisa dan Evaluasi (Anev) Pelaksanaan Kampanye Pilkada Serentak Tahun 2020, Jakarta, Jumat (16/10/2020). (Dok : Kemendagri)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jumlah pelanggaran protokol kesehatan dalam tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada), dinilai tidak lagi signifikan. Jumlah pelanggaran terbanyak ditemukan pada 4 - 6 September 2020, ketika deklarasi pasangan calon (paslon).

"Beberapa pelanggaran protokol kesehatan terbanyak ketika tanggal 4 sampai 6 September ketika deklarasi pasangan calon, namun setelah itu masih terdapat pelanggaran, namun jumlahnya tidak semasif tanggal 4 sampai 6 September," kata Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Dirjen Bina Adwil) Kementerian Dalam Negeri  (Kemendagri), Safrizal, dalam rapat Analisa dan Evaluasi (Anev) Pelaksanaan Kampanye Pilkada Serentak Tahun 2020, di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP) Kemendagri, Jakarta, Jumat (16/10/2020)

Menurutnya, pelanggaran terbanyak masih seputar pertemuan terbatas yang dihadiri lebih dari 50 orang.

Pada kesempatan lain, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian, telah menegur 83 pasangan calon yang berstatus petahana. Teguran dilayangkan saat belum ada penetapan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), akibat melanggar protokol kesehatan.

"Dari hari ke hari, waktu ke waktu, dari data dievaluasi yang dikumpulkan memang masih terdapat pelanggaran, namun tidak menunjukkan data yang signifikan. Masih terjadi, dan tentu ini catatan bagi penegak disiplin di daerah untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka meminimalisir, mereduksi jumlah pelanggaran yang dilakukan," ujarnya.

Terkait dengan pelaksanaan tahapan kampanye pilkada, ada beberapa catatan dari tahapan tersebut.

Menurut Safrizal, ada pertemuan terbatas tatap muka, yang merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh paslon. Artinya, metode kampanye secara daring belum jadi pilihan utama para kontestan pilkada, walau dorongan untuk itu terus digaungkan.

"Dari angka-angka statistik yang kita peroleh, ternyata metode pertemuan terbatas dan tatap muka merupakan metode yang paling banyak digunakan," ungkapnya.

Oleh karena itu, lanjut Safrizal, ini harus jadi perhatian bersama. Dalam pertemuan tatap muka, mungkin saja itu bisa memicu kerumunan. 

Baca Juga: Sesuai Arahan Presiden, Kemendagri Buka Layanan Aduan Perbaikan Kebijakan

Berdasarkan laporan yang masuk, pelanggaran terbanyak adalah pertemuan tatap muka dan berkumpul di atas 50 orang. Padahal sesuai ketentuan, pertemuan terbatas dibatasi, maksimal 50 orang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI