Apa Itu Radikal yang Belakangan Menggegerkan Politik Indonesia?

Rifan Aditya Suara.Com
Selasa, 16 Februari 2021 | 06:40 WIB
Apa Itu Radikal yang Belakangan Menggegerkan Politik Indonesia?
Ilustrasi radikalisme, apa itu radikal. [Shutterstock]

Suara.com - Apa itu radikal? Istilah ini belakangan sering disebut dalam politik tanah air. Terbaru, tudingan radikal ditujukan kepada Din Syamsuddin oleh Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB).

Menurut organisasi yang beranggotakan alumni ITB tersebut, Din telah melanggar sejumlah ketentuan mengenai kewajiban ASN. GAR melaporkan Din Syamsuddin ke KASN atas dugaan pelanggaran kode etik terkait isu radikalisme.

Din dilaporkan dalam kapasitas sebagai dosen UIN Syarif Hidayatullah. Sejumlah tokoh pun menilai pelaporan tersebut salah alamat dan tidak mendasar. Sebab Din Syamsuddin adalah sosok yang aktif mendorong moderasi beragama dan tidak mencerminkan sifat radikal.

Lantas, bagaimana bisa seseorang dicap radikal? Tentunya kalian perlu tahu tentang apa itu radikal agar tidak asal menuduh seseorang.

Pengertian Radikal

Radikal dan radikalisme belakangan ini kembali menjadi topik perbincangan hangat. Sejumlah pemberitaan yang membawa konsep radikal mencuat ke publik.

Konsep tersebut erat kaitannya dengan pemahaman agama Islam yang dianggap “menyimpang” karena ingin merongrong ideologi Pancasila. Beberapa bahkan menyebutkan secara terang-terangan ingin mengganti ideologi Pancasila dengan khilafah.

Parahnya, radikalisme justru menyasar kaum intelektual. Beberapa di antaranya adalah pejabat pemerintah, dosen sebagai wujud kaum intelektual, bahkan mahasiswa di sejumlah kampus.

Kampus kencang dituding menjadi sarang radikalisme. Lewat organisasi dakwah, sejumlah mahasiswa diduga terpapar paham radikalisme berbasis agama.  

Baca Juga: Jusuf Kalla: Din Syamsuddin Tidak Mungkin Radikal

Perkara radikalisme menjadi perkara serius bagi negara. Dilansir Antara, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ahmad Nurwakhid menyebutkan paham radikalisme dan terorisme tidak dimonopoli oleh satu agama tertentu.

Sebaliknya, radikalisme ada di semua agama, aliran kepercayaan, dan sekte. Setidaknya ada dua indikator radikalisme.

  • Indikator pertama dari radikalisme adalah penggunaan ideologi agama yang dimanipulasi dan dipolitisasi sehingga cenderung menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan.
  • Indikator kedua adalah cara pandang yang selalu menyalahkan dan mengkafirkan kelompok yang tidak sepaham dengan pendapat mereka.

Peneliti Balai Litbang Agama Semarang Arifuddin Ismail dalam artikel Pemikiran dan Gerakan Keagamaan Mahasiswa: Merebaknya Radikalisme Islam di Kampus menulis mengenai gerakan radikalisme di kalangan mahasiswa. Tulisannya terbit di Jurnal Harmoni (2012) yang dikelola Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

Menurut Arifuddin jika melihat dari pengertian dasarnya, radikalisme berarti kembali ke akar atau dasar. Radikalisme ini bisa berhubungan dengan agama tertentu, misalnya radikalisme Islam berarti kembali ke akar atau dasar-dasar ajaran Islam.

Sehingga jika diasosiasikan dalam pengertian yang positif, radikalisme berarti kembali kepada Islam yang autentik.

Gerakan radikalisme bisa masuk ke perguruan tinggi karena mahasiswa terlalu berpikir tekstual. Sebaliknya berpikir kontekstual akan menciptakan pandangan yang moderat dan menghargai sesama.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI