Cerita Dua Insinyur Indonesia di Balik Pembuatan Pesawat dan Roket di AS

Bangun Santoso Suara.Com
Kamis, 18 Februari 2021 | 12:49 WIB
Cerita Dua Insinyur Indonesia di Balik Pembuatan Pesawat dan Roket di AS
Ilustrasi roket ke luar angkasa. [Shutterstock]

Pada 2010, Marko memulai kariernya di Boeing sebagai industrial engineer. Di perusahaan dirgantara ini, ia pernah mengerjakan proyek pesawat komersial tipe 787 dan 777 di Italia dan Seattle, sebelum akhirnya menggarap roket untuk NASA di New Orleans. Roket Space Launch System rencananya akan diluncurkan secara perdana tanpa awak ke antariksa pada November mendatang.

Pesawat Komersial Baru

Diperkirakan ada puluhan pegawai asal Indonesia yang bekerja di berbagai fasilitas Boeing yang tersebar di seluruh AS. Salah seorang pegawai lainnya adalah Avelino Ernestanto (26 tahun), yang bekerja sebagai network system engineer di Seattle, negara bagian Washington.

Pria kelahiran Jakarta ini sedang mengerjakan pesawat jenis baru 777-9, jet bermesin ganda terbesar di dunia yang disebut-sebut akan lebih hemat energi dan mengeluarkan lebih sedikit emisi. Sebagai pakar elektro, salah satu tugas Avelino adalah memproses berbagai piranti lunak dari para pemasok untuk diaplikasikan di pesawat.

“Kita integrasikan (piranti lunaknya), terus kita pasang di pesawatnya, terus kita tes, setelah itu kita laporkan lagi ke supplier, ‘oh ini salah atau kurang ini, gitu.’ Dan kita ulangi prosesnya, sampai ada produk akhirnya,” katanya kepada VOA.

Salah satu momen yang paling berkesan baginya adalah menyaksikan penerbangan perdana pesawat 777-9 pada Januari 2020.

“Kita semua berdiri di rumput, dekat runway, nonton. Terus semuanya ‘hore,’ everybody cheered (bertepuk tangan),” tuturnya.

Itu mungkin kali terakhir Avelino bisa berkumpul dalam jumlah besar bersama para kolega sebelum diberlakukannya pembatasan sosial akibat pandemi virus corona. Kini sebagian besar pekerjaannya dilakukan dari rumah.

“Agak sulit bagi saya karena saya orangnya senang bertemu dengan orang-orang di kantor,” ujarnya.

Baca Juga: Ford Adu Mobil Elektriknya Melawan Roket, Sebabnya Bikin Penasaran

Meski ada tantangan, lulusan Teknik Elektro dari Universitas Maryland ini mengaku mencintai profesi ini karena bisa membantu masyarakat.

“Saya ingatkan diri sendiri, ‘apa tujuan akhirnya? Oh, ini pesawat bisa membawa barang ke negara lain, mempertemukan keluarga, membantu orang mengeksplorasi dunia.’ Saya senang jadinya,” kata pria yang mengantongi gelar Master Sains dari Universitas Washington ini.

Pengalaman Berharga

Avelino, yang dibawa orang tuanya pindah ke AS pada usia tiga tahun ini, mengaku tidak pernah bercita-cita menjadi insiyur ataupun menyukai dunia aviasi. Sewaktu masih SMA di Colonel Zadok Magruder High School di Derwood, Maryland, dia sebenarnya lebih menunjukkan minat pada bidang desain grafis. Namun, itu semua berubah ketika magang di perusahaan manufaktur tempat ayahnya bekerja.

“Wow, kayak a whole new world (seperti dunia baru.red)! Magang pengalaman sangat membuka pikiran. Karena sebelumnya saya nggak terbuka pikirannya. Saya siap apply desain grafis. Ayah saya bilang, ‘jangan takut untuk mengeksplorasi bidang lain,’” kata Avelino yang memiliki seorang putra berusia 10 bulan ini.

Selama tiga bulan di musim panas, Avelino remaja menceburkan diri dalam dunia kerja. Tugasnya mulai dari menyolder papan sirkuit, mengepak dan mengirim barang, mengelola barang-barang milik perusahaan, hingga membeli kopi.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI