Kisah Cinta Dua Orang Tunanetra

Siswanto Suara.Com
Senin, 19 April 2021 | 08:00 WIB
Kisah Cinta Dua Orang Tunanetra
ILUSTRASI: Kisah cinta dua orang tunanetra (shutterstock)

“Kayaknya saya waktu itu sampai kapok nggak mau ngelairin lagi, eh nyatanya ngelairin lagi sampai empat anak (beberapa tahun kemudian).”

Pada bulan September 1985, anak pertama pasangan Bakat dan Yani lahir ke dunia melalui bantuan dukun bayi.

Dia bersyukur, sejak merasakan tanda-tanda kehamilan, hamil, sampai persalinan mendapat dukungan penuh dari keluarga.

Setelah anaknya berusia satu tahun, Yani diajak ke Jakarta oleh teman sesama tunanetra yang sudah lebih dulu mendapatkan pekerjaan di Ibu Kota.

Meskipun berat hati meninggalkan buah hati yang baru berusia setahun, juga suami yang masih ikut pendidikan, Yani tetap melangkahkan kaki merantau ke Ibu Kota Jakarta pada akhir tahun 1986.

Tak lama setelah Bakat menyelesaikan pendidikan pijat di Solo, Bakat menyusul Yani ke Jakarta.

Awal mula memutuskan merantau

Alasan Yani memutuskan untuk merantau ke Jakarta, karena “dia (Bakat) masih sekolah. Sementara saya kalau ngandalin tiyang sepuh terus kan ora enak, mas.”

“Anak saya titipkan ke orangtua di Boyolali. Sebenarnya tega nggak tega waktu itu ninggal anak.”

Baca Juga: Kisah Tunanetra: Hilang Penglihatan, Putus Asa sampai Temukan Titik Balik

Sementara alasan Bakat kemudian mengikuti jejak istrinya merantau, karena malu membuka praktik pijat di daerah sendiri.

Dia teringat pada suatu hari ketika tetangganya datang ke rumahnya untuk dipijat. Bakat merasa “malu” atau “tidak enak hati” menerima uang jasa pijat dari tetangga, sampai akhirnya uang tersebut diserahkan ke anaknya.

Itu sebabnya, dia berpikir buka praktik pijat di perantauan akan lebih baik ketimbang di daerah sendiri. Lagi pula, bagi dia, Jakarta yang merupakan pusat perekonomian, dianggap lebih menjanjikan untuk penghidupan.

Di Jakarta, Bakat dan Yani pertamakali bekerja di tempat pijat yang berada di belakang Gadjah Mada Plaza, Jakarta Pusat. Mereka bekerja pada pengusaha keturunan Cina.

Setelah itu, mereka pindah-pindah tempat kerja sampai akhirnya pertamakali membuka panti pijat sendiri tahun 1992 di sebuah rumah kontrakan daerah Palbatu, Tebet, Jakarta Selatan.

Pengalaman awal berumahtangga

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI