Perusahaan itu ada dalam Gramarindo Group, yaitu PT Gramindo Mega Indonesia, PT Magentiq Usaha Esa Indonesia, PT PAN Kifros, PT Bhinekatama Pasific, PT Metrantara, PT Basomasindo, dan PT Trinaru Caraka Pasific serta menempatkan orang-orang kepercayaannya sebagai direktur di perusahaan-perusahaan itu.
Selanjutnya, Maria meminta para direktur tersebut mengajukan pencairan L/C dengan melampirkan dokumen ekspor fiktif ke BNI 46 Kebayoran Baru sehingga seolah-olah perusahaan mengadakan kegiatan ekspor.
Setiap pencairan L/C, Maria memberi jatah kepada pejabat BNI 46 Kebayoran Baru, yakni Edy Santoso, Kusadiyuwono, Ahmad Nirwana Alie, Bambang Sumarsono, dan Nurmeizetya dengan besaran yang berbeda-beda.
Setelah itu, uang kredit L/C yang dicairkan, Adrian Waworuntu lalu melakukan pengelolaan dana melalui PT Sagared Team. Dana tersebut untuk membeli saham sebesar 70—80 persen kepemilikan saham di sejumlah perusahaan, membeli tanah di Cakung seluas 31 hektare senilai 4 juta dolar AS, dan mentranfser uang ke rekening miliknya.
Jumlah yang belum dibayarkan Maria adalah 82.878.174,95 dolar AS dan 54.078.192,59 euro yang dikonversi ke rupiah menjadi Rp 1.214.468.422.331,43 yang merupakan nilai kerugian negara.
Dakwaan kedua adalah Pasal 3 Ayat (1) Huruf a UU Nomor 15/2002 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No. 25/2003.
Maria dinilai terbukti melakukan pencucian uang dengan menempatkan dana pada penyedia jasa keuangan, yaitu PT Aditya Putra Pratama Finance dan PT Infinity Finance yang berasal dari korupsi atas pengkreditan senilai Rp 1,214 triliun.
Atas putusan tersebut, baik Maria maupun JPU, menyatakan pikir-pikir selama 7 hari. (Sumber: Antara)
Baca Juga: Pembobol Bank BNI Maria Lumowa Didakwa Rugikan Negara Rp 1,2 Triliun