Masygul Tenaga Kesehatan di Tengah Hawar: Kami seperti Belum Merdeka

Selasa, 17 Agustus 2021 | 19:17 WIB
Masygul Tenaga Kesehatan di Tengah Hawar: Kami seperti Belum Merdeka
Kolase tenaga kesehatan. [Foto Stephanus Aranditio/Aldi]

"Karena APD-nya donasi sak-welase, kalau yang donasi itu pabrik besar bagus dapatnya. Tapi kalau yang donasi itu pabrik-pabrik kecil atau persoarangan, ya APD 50 ribuan. Akhirnya ketika mereka pakai, tidak selamat, dan itu rumah sakit, PERSI, Dinas Kesehatan, Kementerian Kesehatan menurut saya masih kurang perhatian di sana," ungkap dokter Maha.

Faktor ketiga dan yang paling menyakitkan bagi para nakes adalah adanya penolakan dari masyarakat kaum anti-sains, penganut teori konspirasi, hingga orang yang lebih percaya politisi ketimbang dokter.

"Dengan musuh dan problem begitu banyak, nakes kita itu kayak tikus yang terjepit terus penyet. Kalau mereka lolos dari semua ini dan tidak gila, tetap waras, berarti imannya terhadap Tuhan dan Tuhan yang tolong dia."

RS Khusus Nakes, bukan DPR

SEJAK awal pandemi, nakes selalu diminta berlapang dada melihat tingkat para pejabat negara yang melontarkan pernyataan tanpa empati ke publik.

Salah satunya, Wakil Sekretaris Jenderal PAN Rosaline Irine Rumaseuw yang meminta pemerintah menyediakan rumah sakit khusus untuk pejabat saat nakes tengah berjuang hidup mati melawan lonjakan covid-19 akibat varian delta, Juli.

Dokter Maha yang pernah bertugas sebagai Kepala IGD Rumah Sakit Daha Husada, Kediri itu mengaku sakit hati mendengar pernyataan pejabat seperti ini, dia mengusulkan rumah sakit khusus untuk nakes terpapar covid-19.

"DPR minta rumah sakit, aku pikir ini orang-orang edan, nakes saja tidak dapat rumah sakit, jadi di tengah kondisi kayak ini ya memang akhirnya membuat kita berevolusi kayak teori Darwin tentang jerapah berleher panjang dan jerapah berleher pendek, akhirnya kita kayak evolusi seperti itu," tuturnya.

Insentif Disunat

Baca Juga: Waspada, Dokter Bilang COVID-19 Bisa Bikin Otak Lemot Loh!

DOKTER Maha menegaskan, tidak ada satu pun dokter yang berharap mencari cuan dari pandemi ini.

Pada kenyataannya dokter juga menjadi korban, insentif mereka dipotong, bekerja di atas normal, dan stres berat.

Dia bercerita, salah satu rekan sejawat dokternya harus kehilangan istri dan mertua akibat covid-19, anaknya juga sakit.

"Betapa kesedihan yang harus ditanggung, tapi rumah sakit tidak peduli, ketika negatif ya langsung disuruh kerja," sambungnya.

Insentif dokter spesialis yang seharusnya Rp 15 juta entah kenapa jadi Rp 4 juta, dokter umum yang harusnya Rp 10 juta juga cuma dikasih Rp 1 juta.

"Mereka pikir enak ya nakes dapat duit segitu. Tapi mereka tidak berpikir kalau kita bertaruh nyawa. Kalau dibandikan dengan uang yang diterima ya tidak sebanding, taruhannya nyawa," tegas dokter Maha.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI