“Kita sudah mulai dengan pencegahan. Kita harapkan dengan SOP dapat memperkecil tingkat degradasi atau tekanan pengunjung terhadap sumber daya laut kita,” katanya.
Syarif mengatakan, pihaknya juga menekankan agar para penyelam tidak boleh menggunakan pencahayaan kamera.
Sebab, intensitas cahaya dapat ganggu fisiologi biota laut. “ Raja Ampat tidak kita jadikan mass tourism. Ketika buka keran sangat kita khawatirkan dalam waktu singkat Raja Ampat akan rusak."
Sementara Koordinator Satuan Kerja Raja Ampat Balai Konservasi Perairan Nasional Kupang, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Thre Heni Utami Radiman mengaku telah melakukan peninjauan ulang zonasi untuk melindungi lamun di Raja Ampat.
Heni menjelaskan, telah bewrkoordinasi dan berkonsultasi dengan Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, serta melakukan konsultasi publik di tingkat kabupaten dan provinsi untuk merampungkan revisi zonasi kawasan konservasi.
“Kami target peraturannya keluar tahun ini. Itu upaya kami supaya ke depan lamun mendapatkan perhatian serius," kata Heni, Rabu 18 Agustus 2021.
Salah satu yang diatur dalam revisi tersebut adalah dengan menegaskan batasan kapal yang boleh masuk ke kawasan konservasi.
Kata Heni, hanya kapal penangkap ikan berkapasitas 5 GT yang boleh beroperasi di kawasan. Selain itu, bagi nelayan yang melakukan penangkapan ikan hanya diperbolehkan menangkap dengan cara tradisional.
Revisi itu juga menguatkan Peraturan Kementerian Perhubungan Nomor 10 Tahun 2020 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kelautan dan Perikanan.
Baca Juga: Wapres Ajak Wisata ke Raja Ampat dengan Prokes, Tuai Kritikan Publik
“Setelah diketok palu, baru kami susun rencana pengelolaan, pelaksanaan program dalam jangka waktu lima tahun ke depan,” ungkap Heni.