Suara.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menyampaikan sejumlah dampak dari pelanggaran etik yang terbukti dilakukan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Salah satunya yakni justru menunjukkan Dewan Pengawas KPK tak punya sensitifitas terhadap pemberantasan korupsi.
Pertama Kurnia menyampaikan, nantinya para pelaku korupsi atau maling uang rakyat tersebut beranggapan para pimpinan KPK bisa diajak berkompromi dengan cara berkomunikasi. Selain itu, menurutnya, citra atau kepercayaan kepada lembaga KPK juga akan anjlok akibat pelanggaran etik Lili.
Dampak tersebut kata Kurnia, juga akan terlihat dimana masyarakat akan mengetahui bahwa Dewas KPK dianggap tak punya sensitifitas terhadap pemberantasan korupsi.
"Dewan Pengawas akhirnya masyarakat bisa melihat bahwa Dewas tidak punya sense of krisis terhadap isu pemberantasan korupsi," kata Kurnia dalam diskusi daring bertajuk 'Putusan Dewas KPK Ciderai Keadilan Publik', Rabu (1/9/2021).
Padahal, kata dia, lima orang yang menjadi anggota Dewas KPK merupakan orang yang memiliki latar belakang yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi. Ternyata, kekinian menurutnya sensitifitas terhadap pemberantasan korupsi tak terlihat.
"Kalau mereka memutus (pelanggaran etik Lili) ringan ini tidak melaporkan ke kepolisian rasanya mereka tidak pantas menduduki posisi sebagai Dewan Pengawas KPK," tuturnya.
Lili Langgar Etik
Sebelumnya dalam sidang etik yang digelar, Ketua Dewas KPK , Tumpak H Panggabean menyatakan Lili terbukti melakukan pelanggaran etik karena terlibat dalam kasus jual beli perkara yang melibatkan eks Penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju dan Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial.
Atas perbuatannya itu, Lili hanya dijatuhi hukuman pemotongan gaji selama 12 bulan.
Baca Juga: Mau Dipolisikan karena Dituding Sebar Fitnah, ICW: Silakan Moeldoko Lapor ke Polisi
“Menghukum terperiksa (Lili Pintauli Siregar) dengan saksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan," kata Tumpak dalam sidang putusan kode etik.