Sulfikar menceritakan, setelah serangan 11 September komunitas Muslim diminta untuk lebih berhati-hati dan "low-profile".
"Sebenarnya impact yang paling besar untuk saya adalah karena identitas saya sebagai muslim dan sebagai orang yang berasal dari Asia Tenggara, dan lebih spesifik dari Indonesia" tambah profesor yang sekarang mengajar di Nanyang Technological University Singapura ini.
"Ini terasa sekali dalam urusan imigrasi. Jadi setelah peristiwa itu banyak orang Indonesia yang masuk ke dalam sebuah daftar yang membuat kita harus melapor setiap masuk ke atau keluar dari Amerika Serikat."
"Kalau gagal melapor, kita tidak akan diterima lagi masuk ke Amerika," katanya.
Sulfikar mengatakan ia bersyukur tinggal di kawasan Upstate New York, yang menurutnya cukup liberal dan punya banyak komunitas Muslim, sehingga lebih toleran.
Namun saat berjalan-jalan ke negara bagian lain, ia mengatakan sering merasa dicurigai.
Salah satunya waktu sedang transit di bandara di Cincinnati, ia membawa ransel cukup besar saat itu dan merasa diperhatikan oleh seorang kulit putih.
"Saya meletakkan tas saya sebelum masuk toilet karena berat. Sampai saya selesai dan keluar restroom, orang itu masih ada nunggu saya, dia sepertinya ingin memastikan ransel itu saya bawa kembali."
"Saya juga pernah makan di sebuah restoran Turki langganan saya, lalu ada orang kulit putih masuk dan teriak 'you are f*cking terrorist' dan lain-lain, meski ujung-ujungnya minta duit," ujarnya.
Baca Juga: Membantah Teori Konspirasi Seputar Serangan 11 September atas New York
Sempat melepas jilbab
Dian Hendra masih ingat persis saat serangan 11 September terjadi di tahun 2001.