Menurutnya, sangat frustrasi ketika melihat mahasiswa yang sangat ingin terlibat dengan Indonesia, tetapi tidak memiliki kesempatan untuk belajar bahasanya.
Selain itu, Melissa menyebut penutupan program Bahasa Indonesia menunjukkan kurangnya visi dan kepemimpinan dari pihak manajemen universitas di Australia.
"Ini juga menunjukkan bahwa insentif saat ini dari pemerintah Australia bagi universitas untuk mempertahankan pengajaran bahasa (sejauh ini) tidak mencukupi," ungkapnya.
"Pemerintah Australia juga menunjukkan sedikit minat untuk mencegah universitas menutup program bahasa yang penting dan mempertahankan ikatan budaya dengan Indonesia," sambungnya.
Menurut Melissa, dengan tetap membuka program studi Bahasa Indonesia, dapat membantu menjalin dan memperkuat hubungan antara kedua negara.
"Ketika universitas membatalkan program bahasa mereka, mereka mengabaikan peran kelembagaan penting mereka dalam mempromosikan keterlibatan mendalam dengan Indonesia. Dalam jangka panjang, hubungan Australia - Indonesia akan menderita karenanya," jelas Melissa.
Selain Bahasa Indonesia, ada bahasa asing lain yang juga ditutup di sejumlah universitas di Australia. Salah satunya adalah Universitas Teknologi Swinburne menutup program bahasa Cina dan Jepang.