Kekerasan terhadap Perempuan: Ketika Kehidupan Sehari-hari Jadi Mimpi Buruk

Jum'at, 26 November 2021 | 14:33 WIB
Kekerasan terhadap Perempuan: Ketika Kehidupan Sehari-hari Jadi Mimpi Buruk
DW

"Namun sayangnya, banyak aspek dari konvensi tersebut sama sekali tidak memadai atau tidak diterapkan sama sekali," tambah Stotz. Stotz mengharapkan inisiatif dari koalisi pemerintah di masa depan, dari koalisi Sosial Demokrat kiri-tengah, Partai Hijau, dan Demokrat Bebas.

Misalnya, "setidaknya 14.000 tempat penampungan baru perlu dibuat untuk melindungi perempuan."

Selain itu, dia percaya pelatihan lebih lanjut untuk peradilan dan polisi, serta protokol yang mengikat untuk perlindungan perempuan, harus diperkenalkan sesuai dengan Konvensi Istanbul.

"Ini sangat penting agar korban merasa bisa pergi ke polisi dan mendapatkan pengadilan yang adil. Sayangnya, yang masih sering kita alami adalah mereka tidak tertolong secara memadai," kritik Stotz.

Seharusnya juga ada hak hukum untuk membantu dalam kasus kekerasan, menurut konvensi.

"Itu berarti perlindungan terhadap kekerasan dapat diklaim di pengadilan," kata Stotz.

Ketidaksetaraan jenis kelamin Terlepas dari kemajuan besar yang dibuat dalam 20 tahun terakhir, tidak mungkin untuk mengurangi jumlah kekerasan terhadap perempuan dengan cara apa pun yang relevan, menurut ilmuwan sosial Monika Schröttle dari Institute for Empiris Sociology (IfeS) di Nuremberg.

"Alasan mengapa kami masih mengalami begitu banyak kekerasan adalah karena tidak banyak yang berubah dalam hubungan gender. Meskipun kami sudah lama memiliki kanselir perempuan, perempuan dan laki-laki masih tidak diperlakukan sama," kata Schröttle kepada DW.

Dia adalah salah satu pendiri European Observatory on Femicide, yang mengumpulkan dan menganalisis data di beberapa negara.

Baca Juga: Masyarakat Sipil Sebut Kasus Kekerasan Seksual di Calon Ibu Kota Baru Terus Meningkat

Schröttle mengutip Spanyol sebagai satu-satunya negara di Eropa di mana terjadi "sedikit penurunan dalam kasus pembunuhan perempuan."

Situasi hukum di sana juga telah berubah: "Kekerasan terhadap perempuan di sana dinilai dengan latar belakang penyalahgunaan kekuasaan dan kontrol, serta dilarang oleh pengadilan Spanyol sebagai kekerasan berbasis gender. Ini berdampak pada persepsi di masyarakat," kata Schröttle.

Harapan untuk generasi muda Jika langkah-langkah politik dan hukum membantu mengkondisikan bagaimana masyarakat mengevaluasi kekerasan, dapatkah generasi mendatang yang lebih muda mempercepat pecahnya struktur patriarki yang sudah ketinggalan zaman?

"Ada sedikit harapan di antara pria dan perempuan muda di lingkungan alternatif," kata Schröttle.

Dalam gerakan seperti Fridays for Future, misalnya, "anak laki-laki dan perempuan, bersama dengan sesama aktivis politik, menyatakan bahwa mereka menginginkan hubungan gender yang berbeda." "Saya pikir ada potensi untuk perubahan," tambahnya. (ha/yf)

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI