Pelanggar Aturan Covid di China Dihukum dengan Dipermalukan di Depan Umum

SiswantoABC Suara.Com
Jum'at, 31 Desember 2021 | 13:01 WIB
Pelanggar Aturan Covid di China Dihukum dengan Dipermalukan di Depan Umum
Ilustrasi Covid-19. [Envato Elements]

Suara.com - Polisi anti huru-hara bersenjata di Cina selatan mengarak empat orang ke jalanan. Mereka diduga melanggar aturan di tengah pandemi COVID-19.

Tapi hukuman ini mendapat kritikan, karena Pemerintah China yang kembali menggunakan hukuman kontroversial, yakni mempermalukan warga di depan publik.

Memberikan hukuman dengan cara mempermalukan orang di depan publik telah dilarang di China, tapi dalam beberapa bulan terakhir kembali diberlakukan saat pemerintah daerah berupaya menegakkan kebijakan nasional yang ingin kasus COVID-19 ada di angka nol.

Guangxi News, media yang dikelola pemerintah melaporkan, empat tersangka mengenakan masker dalam setelan hazmat sambil membawa papan yang menampilkan foto dan nama mereka.

Keempat orang itu diarak di depan kerumunan warga di kota Jingxi, wilayah Guangxi, dekat perbatasan China dan Vietnam, pekan ini.

Dalam foto terlihat setiap tersangka dibawa oleh dua petugas polisi dengan dikelilingi polisi lainnya yang memakai perlengkapan anti huru-hara, beberapa di antaranya bahkan memegang senjata.

Keempatnya dituduh mengangkut migran ilegal saat sebagian besar perbatasan China ditutup karena pandemi, demikian laporan Guangxi News.

'Ini seperti mimpi'

Di tahun 1998 pihak berwenang di China diperintahkan untuk menghentikan tradisi lama yang menghukum pelaku kejahatan atau pelanggar aturan dengan cara mempermalukan mereka di depan umum.

Namun, hukuman ini pernah diberlakukan kembali saat Pemerintah China menindak tegas kegiatan prostitusi.

Baca Juga: Begini Tindakan Bagi Pelanggar Aturan Makan 20 Menit di Bandung

Pada tahun 2010, larangan kembali diberlakukan di tengah protes soal penghinaan publik terhadap pekerja seks.

Bulan Agustus 2021 lalu, mempermalukan di depan publik menjadi salah satu tindakan disipliner yang diumumkan oleh Pemerintah daerah, sebagai bentuk hukuman bagi mereka yang melanggar aturan kesehatan.

Guangxi News mengatakan arak-arakan tersebut memberikan "peringatan nyata" kepada warga, serta untuk "mencegah kejahatan terkait perbatasan".

Sejumlah outlet media maupun pengguna media sosial mengkritik kebijakan ini.

Meskipun Jingxi "di bawah tekanan luar biasa" untuk mencegah penularan COVID-19 dari luar, "tindakan itu sangat melanggar semangat supremasi hukum dan tidak dapat dibiarkan terjadi lagi", kata Beijing News yang berafiliasi dengan Partai Komunis China.

"[Melihat ini] rasanya seperti membuka kenangan lama dan membuat orang-orang terkejut," kata Zhang Xianwei, pengacara dari provinsi Henan, dalam sebuah video yang diunggah ke media sosial.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI