Dewi melanjutkan, konflik di sektor perkebunan disebabkan oleh penguasan perkebunan sawit PTPN XIV di Wajo, Enrekang dan Luwu Timur. Sementara konflik kehutanan terjadi akibat tumpang tindih tata batas klaim kawasan hutan dengan masyarakat di Kabupaten Gowa dan Tana Toraja.
"Selanjutnya konflik agraria akibat klaim kawasan hutan di Kabupaten Soppeng. Konflik pembangunan infrastruktur terjadi akibat pembangunan PSN Bendungan Karalloe di Kabupaten Gowa dan pembangunan PLTA Pokko di Kabupaten Pinrang," ucap Dewi.
Selanjutnya, dalam catatan KPA, Sumatera Utara berada di posisi lima dengan rincian 11 kasus. Kemudian, posisi enam hingga 10 penyumbang konflik terbanyak tahun ini ialah Provinsi Jawa Tengah 10 kasus, Kalimantan Timur 10 kasus, Sumatra Selatan delapan kasus, Bengkulu delapan kasus, Sulewesi Utara dan Jambi tercatat masing-masing 7 kejadian konflik.