Kiprah Perempuan Myanmar di Barisan Depan Perang Melawan Junta

Rabu, 02 Februari 2022 | 07:35 WIB
Kiprah Perempuan Myanmar di Barisan Depan Perang Melawan Junta
DW

Konstitusi Myanmar, yang dirancang Tamtadaw pada 2008 dan berlaku hingga kini, mencerminkan sistem patriarkat yang juga mengakar di tubuh militer.

Sebutlah pasal 352 yang meski melarang diskriminasi berdasarkan ras, keyakinan atau gender, namun menegaskan "pasal ini tidak menghalangi pemilihan laki-laki untuk menduduki posisi yang hanya cocok untuk kaum laki-laki.”

Partai Solidaritas dan Perkembangan (USDP) yang berafiliasi dengan milter misalnya mencatat 6 persen keterwakilan perempuan dalam daftar kandidat Pemilu 2015.

Tidak ubahnya Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi, yang mengajukan jumlah kandidat perempuan kurang dari 15 persen.

Peran baru perempuan

Tapi sejak kudeta militer setahun silam situasinya mulai berubah, kata Naw Hser Hser dari Liga Perempuan WLB.

Jejaring perempuan yang dia koordinasikan kini sudah berkembang pesat. Terutama perempuan dari kalangan minoritas etnis tercatat yang paling aktif menggalang perkumpulan.

Naw Hser memperkirakan, empat dari lima perempuan Myanmar menolak pemerintahan junta, meski sebagian besar tidak mengorganisir diri atau melakukan perlawanan terbuka.

Aung San Suu Kyi kini setidaknya tidak lagi menjadi satu-satunya perempuan di Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG) yang dibentuk dari struktur pemerintahan lama.

Baca Juga: Atasi Krisis Kudeta, Indonesia Desak Militer Myanmar Tindaklanjuti Konsensus ASEAN

Saat ini Zin Mar Aung misalnya memimpin upaya diplomasi mengepung junta.

Dia dikenal aktif mengkampanyekan isu-isu perempuan dan dialog dengan kelompok etnis minoritas.

Pencapaian itu sudah sangat baik, ata Naw Hser Hser, "tapi kami belum mencapai garis finis. Kami ingin agar perempuan selalu dilibatkan dalam setiap pembuatan keputusan.”

Dia menyambut prinsip kesetaraan gender yang diadopsi ke dalam konstitusi baru Myanmar yang sedang dirancang oleh NUG dan Dewan Konsultasi Persatuan Nasional (NUCC).

Di dalamnya, kelompok pro-demokrasi dan etnis minoritas ingin membangun sebuah negara federal yang terbuka dan demokratis.

Namun begitu, perubahan paling dramatis terkait hak perempuan justru diamati Naw Hser di kampung dan desa. Sejak kudeta, perempuan dianggap lebih sederajat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?