Tapi pada Minggu, Kementerian Luar Negeri Iran mengecam eksekusi oleh Saudi sebagai "tindak tidak manusiawi yang melanggar prinsip dasar hak asasi manusia dan hukum international,” kutip media-media nasional Iran.
Perundingan di Baghdad dimulai secara diam-diam tahun lalu untuk mencari jalan keluar dari situasi pelik di Yaman.
Di negeri miskin itu, Riyadh menggalang koalisi yang melancarkan serangan udara brutal untuk menyokong pemerintahan resmi Yaman. Sebaliknya Iran bahu membahu dengan pemberontak Houthi melawan Khartoum.
Tertundanya perundingan di Baghdad diputuskan ketika ketegangan baru menyapu kawasan Timur Tengah.
Minggu (13/3) kemarin, Iran menyerang kantor konsuler Amerika Serikar di Irbil, Irak, sebagai balasan atas serangan Israel di utara Suriah yang menewaskan dua komandan Garda Revolusi pekan lalu.
Reaksi Teheran terhadap eksekusi massal oleh Saudi dikhawatirkan akan memicu eskalasi konflik di Timur Tengah, serupa tahun 2016 silam. Saat itu, Arab Saudi mengeksekusi mati ulama Syiah, Sheikh Nimr al Nimr.
Buntutnya warga Iran mengamuk dan merusak dua kantor perwakilan Saudi di Teheran. Sebagai reaksi, Riyadh memutus hubungan diplomasi dengan Iran. Eksekusi massal kali ini juga memicu aksi demonstrasi sporadis warga Syiah di Bahrain pada Sabtu (12/3) tengah malam.
Bahrain merupakan negara mayoritas Islam Syiah, namun dipimpin oleh monarki Sunni.
Penduduk di negara kepulauan itu tergolong yang paling sering menggugat nasib minoritas Syiah di Arab Saudi. rzn/hp (ap, rtr)
Baca Juga: Tangani Krisis Energi, PM Inggris Bors Johnson Bakal ke Arab Saudi
