Di Usia 15 Tahun Remaja Berdarah Indonesia Jadi Mahasiswa Kedokteran

SiswantoABC Suara.Com
Senin, 28 Maret 2022 | 14:41 WIB
Di Usia 15 Tahun Remaja Berdarah Indonesia Jadi Mahasiswa Kedokteran
Ilustrasi dokter dan tenaga medis. (Unsplash/National Cancer Institute)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
"

'Tidak ada gunanya pintar kalau tidak bisa menerapkan ilmu'

Orang tua Peter, Henri dan Lenny Susanto mengatakan keberhasilan putranya adalah hasil dari nilai-nilai yang mereka tanamkan sejak kecil, kehidupan bersama dalam keluarga dan juga kerja keras anaknya.

"Saya berani mengatakan saya tidak pernahmelihat ada anak lain yang belajar begitu giat sepanjang tahun kemarin," kata Henri.

Menurut penuturan Lenny kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya, mereka sekeluarga mendukung cita-cita Peter untuk menjadi dokter.

"Dia semakin mantap mau menjadi dokter setelah belajar ilmu tentang otak [ilmu saraf]untuk [berpartisipasi dalam]'Brain Bee Challenge'.

"Dia tertarik dengan cara kerja otak. Peter sadar kalau dia tahu bagaimana otak bekerja, dia bisa membantu menyelesaikan misteri tentang manusia," kata Lenny.

Rata-rata mereka yang tamat sekolah menengah di Australia berusia antara 18-19 tahun, dan menurut Lenny, Peter memangbeberapa kali loncat kelas ketika masih SD, sehingga tamat SMA di usia 15 tahun.

"Peter loncat kelastiga tahun. Waktu di SD, loncat dari kelas 2 langsung ke kelas 4. Terus pindah sekolah dan langsung naik ke kelas 5. Di kelas 6 di paruh waktu keempat, dinaikkan lagi ke kelas 7," kata Lenny.

Lenny mengaku bangga karenaPeter adalah anak yang selalu berusaha mengerjakan yang terbaik dari hari ke hari.

Baca Juga: Kabar Baik, Indonesia Mulai Produksi Alat Kedokteran Gigi Sendiri

"

"Di SMA, Peter selalu nomor satu di semua mata pelajaran. Dia belajar keras dan selalu termotivasi untuk menjadi lebih baik dari kemarin," kata Lenny.

"

Menurut ayahnyanilai lain yang mereka ajarkan ke anak-anak adalah untuk bersikap sosial.

"Dalam perjalanan liburan, misalnya, kami selalu memberikan mereka pengalaman lain seperti kalau ke Indonesia, kami selalu mengunjungi panti asuhan," kata Henri.

Menurutnya, anak mereka diharapkan akan bisa memberikan kontribusi positif kepada masyarakat sekelilingnya.

"Tidak ada gunanya pintar, kalau kita tidak bisa menerapkan ilmu yang dipunyai dan tidak bisa memberikan kontribusi kepada masyarakat," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI