"Ini membuat media daring tumbuh subur dan dalam konteks lanskap media di Indonesia, lebih dari 92% media di Indonesia adalah media daring atau menurut angka Dewan Pers ada sekitar 43.300," kata Damar. Dari sisi hukum, instrumen perlindungan pers masih berbasis pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999, sehingga belum menjangkau pers dalam ruang digital.
Akibatnya, batasan perusahaan pers seperti yang disyaratkan dalam Undang-undang Pers menemui tantangan dengan adanya media daring rintisan, komunitas, dan citizen journalism yang memanfaatkan kemudahan teknologi digital.
"Sehingga sisi hukum ini perlu lekas memayungi segala bentuk media digital ke depan. Selama ukurannya masih sama seperti yang lalu, ada ancaman hukum memakai UU ITE meskipun bentuk karyanya sesuai etika jurnalisme," kata Damar.
Model bisnis dan kompetisi dengan platform teknologi juga ikut memengaruhi popularitas media di ekosistem digital, kata Damar.
Algoritma rujukan dan kompetisi yang tidak berpihak pada media kecil membuat praktik click bait dan sensasional menjadi semacam kiat sukses di ekosistem digital dan ini mengorbankan aspek etik jurnalisme, ujarnya. Praktik kebersihan digital Sasmito mengatakan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia terus melakukan peningkatan kapasitas bagi anggota, agar tidak menjadi korban kekerasan berbasis digital.
Selain itu AJI juga menerbitkan buku Panduan Keamanan Digital untuk Jurnalis yang ditujukan untuk mitigasi menghadapi kemungkinan serangan digital atau doxing.
"Untuk pelatihan AJI sering melakukan ini. Namun ketika teman-teman jurnalis diserang dengan teknologi yang cukup tinggi ini akan sulit. Selain itu persoalannya tidak hanya pada jurnalis, masih ada potensi regulasi yang buram," paparnya.
Damar Juniarto dari Safenet mengatakan jurnalis harus bisa membekali diri dengan keamanan digital. Di platform digital bentuk ancaman akan berbeda dengan ancaman fisik dan psikis, sehingga jurnalis harus mengubah perilaku dasar untuk membiasakan diri bekerja dengan aman dengan mempraktikan kebersihan digital.
"Harus rutin ganti password, perkuat password dan kelola dengan baik, mengaktifkan two-factor authentification untuk semua akun email, instant messaging, dan media sosial, mengurangi jejak digital, mengontrol privasi, mencari alternatif teknologi yang lebih aman dari aplikasi populer yang sering dipakai," katanya.
Baca Juga: Update, Google Hapus Hasil Pencarian Data Pribadi Kamu
Organisasi kerja jurnalis juga perlu mempraktikan hal yang sama. "Salah satunya rutin melakukan audit keamanan platform," terangnya. (ae)
