Dalam pemeriksaan tersebut terungkap dana tidak cukup di rekening PCI untuk mengembalikan uang muka rumah menjadi dasar pelaporan ke Kepolisian mengenai kasus penggelapan.
"Jadi ada pembeli rumah menuntut uang muka Rp 75 juta dikembalikan karena rumah yang dijanjikan tak kunjung dibangun. Tetapi pengembalian melalui transfer juga tidak pernah masuk ke dalam rekening bersangkutan," kata SA selaku Direktur PCI.
SA dalam sidang yang mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi mengatakan, N sebelumnya menjabat sebagai direktur keuangan di PT PCI saat itu hanya memperlihatkan bukti transfer bank.
Mengingat saat itu SA menjabat sebagai Direktur Pemasaran PT PCI maka praktis semua pembeli rumah yang sudah menyetorkan uang muka juga menagih janji kepada dirinya.
Terkait dengan bukti transfer Rp 75 juta, SA lantas memeriksa langsung ke pihak bank ternyata terungkap dana yang terdapat di rekening koran tidak mencukupi.
Masih di depan majelis hakim, SA lantas membeberkan pembeli rumah di PT PCI jumlahnya mencapai 50 orang dengan beragam kondisi. Ada yang sudah dikembalikan penuh, baru sebagian dikembalikan, tetapi ada juga yang belum menerima pengembalian sama sekali.
Atas bukti-bukti itu, SA lantas melakukan audit internal. Ternyata dari saldo di rekening koran telah terjadi sejumlah penarikan yang total nilainya Rp 18 miliar, bahkan berdasarkan pemeriksaan Kepolisian nilainya Rp 24 miliar.
Penarikan itu seluruhnya masuk ke kantong pribadi yang tidak ada kaitannya dengan pembangunan rumah. Bahkan beberapa kali penarikan dilakukan dari Singapura dan Jepang.
Atas dasar temuan itu juga SA kemudian melaporkan kasus tersebut kepada Kepolisian pada 5 Oktober 2020.
Baca Juga: Biduan Dangdut Surabaya, Tata Bintang Ngaku Jadi Korban Penipuan Temannya Rp 98 Juta
Hal serupa juga disampaikan saksi CK selaku mantan direktur di PCI yang mengatakan awalnya direkrut pasangan FH dan N sebagai tenaga pemasar.