Al-Anjoki mengatakan rasa sakit akibat kehilangan putranya sejauh ini belum hilang. “Putra saya yang kecil mengatakan dia membayangkan bermain dengan abangnya dan mendengarnya berkata, ‘Bersembunyi di mana kamu?’ Istri saya memegangi pakaiannya dan menangis. Sedangkan saya, sampai saat ini belum bisa menerima bahwa dia telah meninggal,” ujarnya.
Menurut Anjoki, kehidupan di Idlib tidak menjadi lebih mudah sejak anaknya meninggal. Kota ini sekarang dianggap sebagai “kubu terakhir pemberontak,” dan secara sporadik diserang. Idlib semakin jauh tenggelam dalam kemiskinan. (Sumber: VOA)