Menurutnya, konsekuensi paling berat yang bisa dihadapi oleh nelayan ilegal adalah dikembalikan ke perairan Indonesia. Ini terlihat dari rasa keengganan untuk menangkap kapal atau menghampiri dan menjemput mereka di tengah laut.
Jumlah kedatangan nelayan Indonesia ke perairan utara Australia telah meroket dalam beberapa bulan terakhir, sehingga para pakar menekan Pemerintah Federal Australia untuk memikirkan kembali bagaimana menghadapi masalah ini bersama Indonesia.
Kelompok kerja gabungan kedua negara telah dibentuk awal tahun ini, dengan hasil digelarnya kampanye informasi publik untuk membantu mendidik nelayan Indonesia terkait di mana mereka boleh dan tidak boleh menangkap ikan.
Tapi Vivian Forbes, profesor dari University of Western Australia, yang mempelajari perbatasan laut mengatakan, sulit untuk memberi tahu nelayan tradisional soal perbatasan diplomatik.
“Apa pun program edukasi yang kita berikan atau pamflet yang kita hasilkan, itu tidak akan benar-benar meresap ke nelayan lokal,” ujarnya.
"Saya melihat mereka malah melipat kertas yang kita berikan untuk dibentuk jadi pesawat."
Tapi Dr Forbes mengatakan persepsi kebijakan pemerintah Australia yang "lunak" terhadap nelayan Indonesia tidak sepenuhnya akurat.
"Saya kira kita tidak terlalu lunak, tetapi secara keseluruhan Australia sangat murah hati kepada para nelayan Indonesia, dan dalam hal ini, kepada orang-orang dari Timor" katanya.
“Kita perlu duduk bersama mereka dan menjelaskan kepada mereka — orang-orang ini memancing di perairan [Australia] dan kita berada di batas kemampuan kita mengenai seberapa banyak kontrol perbatasan dan pencarian dan penyelamatan yang dapat kita lakukan sendiri.
Baca Juga: Status Gunung Anak Krakatau Siaga Level III, Beberapa Nelayan Masih Mencari Nafkah
"Kita perlu secara serius menyatukan kedua pemerintah dan memecahkan masalah ini ... dan membuat garis yang kokoh di lautan."