"Badannya berlumuran darah. Tangannya terbakar dan kakinya luka-luka."
"Yang bisa saya lakukan adalah mencoba membantu dia dan juga orang-orang lain yang juga terluka."
Frank kemudian mencari sebuah kendaraan yang bisa membawa Tim dan sebanyak mungkin korban lainnya untuk dibawa ke rumah sakit internasional.
Membantu korban berurusan dengan dokter
Saat dokter merawat Tim, Frank mengambil tas berisi obat-obatan, kemudian kembali membantu korban yang terus berdatangan di pelataran rumah sakit.
Mereka yang datang ada yang luka ringan, namun banyak juga yang sangat berat.
Frank juga menemukan seorang perempuan Australia, Karen Smith, yang terbaring di tempat tidur.
Setelah diperiksa lebih dalam, di bagian belakang kepala Karen ada luka besar dan Frank segera meminta bantuan dokter.
"Dokter kemudian datang dan memutuskan menutup dengan beberapa staples sehingga lukanya agak tertutup," katanya.
"Dia sangat kesakitan. Situasi yang tentu sangat tidak menyenangkan untuknya."
Baca Juga: Bom Bali, Jurnalisme Damai dan Jalan Kemanusiaan, Sigit Purwono Luncurkan Film Dokumenter
Menangani situasi krisis bagian dari tugas polisi federal Australia
Setahun sebelumnya, tahun 2001, Frank berada di ibu kota Amerika Serikat Washington DC sebagai anggota tim keamanan Perdana Menteri Australia John Howard saat serangan teror 11 September terjadi di New York.
"Saya kira hal utama [yang harus dilakukan] adalah tetap tenang," katanya.
"Jangan panik. Jangan tunjukkan kita sedang panik. Buatlah semua orang merasa tenang dan rileks."
"Karena ketika orang mulai panik, situasinya segera berubah menjadi kacau, padahal masa-masa itu akan berlalu juga dengan perlahan."
"Situasi itu tidak akan pernah berlangsung selamanya, meskipun saya merasa sebaliknya."
Di malam kejadian bom Bali, Frank mencoba mengumpulkan daftar sesama teman-temannya yang bertugas di Timor Timur yang masih hilang.