Kenangan 20 Tahun Keluarga dan Korban Bom Bali

SiswantoABC Suara.Com
Rabu, 12 Oktober 2022 | 16:12 WIB
Kenangan 20 Tahun Keluarga dan Korban Bom Bali
Warga menaburkan bunga saat peringatan 19 tahun tragedi bom Bali di Monumen Bom Bali, Badung, Bali, Selasa (12/10/2021). [ANTARA FOTO/Fikri Yusuf]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kadek Wina Pawani masih berusia lima tahun ketika ayahnya, Kadek Sumerawat, yang bekerja sebagai pengemudi menjadi salah satu korban bom Bali tahun 2002.

Peristiwa bom Bali di Sari Club di Kuta tersebut menewaskan lebih dari 200 orang, dengan sebagian besar korban adalah warga Indonesia dan lebih dari 80 lainnya warga Australia.

Wina, nama panggilannya, mengatakan dia  baru sepenuhnya sadar mengenai peristiwa tersebut ketika dia sudah duduk di bangku SMP karena ingatannya sendiri samar atas ayahnya. 

"Ibu juga tidak banyak bercerita karena mungkin waktu itu saya masih kecil," katanya kepada ABC Indonesia.

"Baru setelah SMP saya merasa dalam hidup saya saya kehilangan satu orang yaitu Bapak saya."

A building stands burnt out with its scaffolding exposed at the site of the bombing in Kuta beach, Bali, October 2003. Image: Lebih dari 200 orang tewas dalam ledakan bom di Sari Club dan Paddy's Club di Kuta 12 Oktober 2002. Reuters: Darren Whiteside DW/JS/File photo

Menurut Wina, beberapa tahun semasa remaja tersebut, dia melihat perjuangan ibunya yang tak mudah untuk menghidupi keluarga mulai dari membuka toko, berjualan makanan keliling, sampai membuka usaha laundry. Itu pun tidak sepenuhnya berhasil.

"Saya merasa dunia tidak adil, [saya] tidak bisa menerima keadaan mengapa ayah saya menjadi korban dari apa yang dilakukan orang lain," kata Wina, anak kedua dari tiga bersaudara tersebut.

"Saya melihat sendiri bagaimana susahnya ibu saya menjalani kehidupan sehari-hari setelah ayah saya meninggal.'

Sekarang di usia 25 tahun, Wina yang kini bekerja di salah satu rumah sakit hewan di Denpasar ini mengaku pandangannya berubah terhadap para pelaku bom Bali tersebut.

Baca Juga: Bom Bali Membuat Hubungan Indonesia dan Australia Makin Erat

"Saya mulai menerima. Mungkin ini semua sudah seharusnya terjadi, dan saya mulai memaafkan pelakunya."

"Mereka yang melakukannya juga memiliki keluarga dan saya yakin hukuman apa pun yang dijatuhkan terhadap pelakunya akan juga memengaruhi keluarga, mereka pasti juga dalam tekanan."

Tiga hari menunggu ayah pulang

Berbeda dengan Wina, Ni Wayan Limna Rarasanti kehilangan ayahnya ketika dia berusia 12 tahun, sehingga ia masih memiliki ingatan akan sang ayah, I Wayan Sujana, yang saat itu bekerja sebagai petugas keamanan di Sari Club.

"Yang paling berkesan adalah saya dulu suka dibawa ayah jalan-jalan naik motor ke mana-mana," katanya kepada ABC Indonesia.

"Dan yang paling menyedihkan [setelah peristiwa itu]  adik saya sempat menunggu ayah pulang di pinggir jalan dekat rumah selama tiga hari."

Jasad ayahnya tidak pernah ditemukan secara utuh dan hanya setelah adanya bantuan pencarian lewat penelusuran DNA, akhirnya beberapa bagian tubuh ayah Limna ditemukan di rumah sakit.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI