Suara.com - Apropriasi budaya atau secara umum dikenal dengan nama cultural appropriation tengah kembali menjadi topik hangat setelah Kaesang Pangarep membagikan foto pre wedding-nya bersama calon istrinya, Erina Gudono di Instagram. Keduanya memakai baju adat Papua.
Sejumlah pihak menuding bahwa hal yang dilakukan Kaesang itu merupakan bentuk dari apropriasi budaya. Namun tidak sedikit orang yang menilai hal tersebut adalah persoalan biasa. Lantas, apa sebetulnya makna istilah apropriasi?
Apa Itu Apropriasi Budaya?
Apropriasi budaya secara luas dapat diartikan sebagai perbuatan mengambil atau memakai sesuatu dari sebuah budaya yang bukan milik sendiri. Terlebih jika pelakunya tidak menunjukkan bahwa ia memahami budaya tersebut.
Adapun berbagai jenis budaya yang dimaksud dalam konteks ini antara lain pakaian, gaya rambut, kebiasaan, bahan-bahan, gaya musik, hingga ideologi. Istilah ini juga dipandang sebagai penggunaan simbol, artefak, atau teknologi budaya oleh sejumlah pihak.
Hal tersebut identik dengan konotasi negatif karena dikenal sebagai perampasan. Biasanya, budaya yang sering diambil berasal dari kelompok yang kerap terdiskriminasi, minoritas, atau yang keberadaannya kurang terlihat. Misalnya saja, Papua.
Sebagai contoh dan termasuk yang paling sering terjadi, budaya yang dirampas adalah gaya khas rambut suku afrika atau orang berkulit hitam seperti di Papua, yang memiliki tampilan rambut kepang gimbal. Tak sedikit pihak lain menggunakannya.
Perbedaan Apropriasi dengan Apresiasi
Meski sama-sama sebatas digunakan dan bukan diakui, namun apropriasi nyatanya berbeda dengan apresiasi. Apresiasi mengarah pada penggunaan unsur budaya atau negara lain yang dilakukan dengan izin atau sepengetahuan pihak pemilik.
Istilah ini juga kerap memiliki tujuan untuk memperkenalkan suatu budaya dengan harapan memperluas wawasan masyarakat dan membuat mereka bisa menghargai apa yang dimiliki oleh daerah tersebut.