Suara.com - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman berharap agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh mengendurkan upaya penindakan. Terlebih, KPK disarankan untuk tidak menghilangkan upaya penindakan, khususnya operasi tangkap tangan (OTT) dalam memberantas korupsi.
Hal itu disampaikan Zaenur dalam merespons pernyataan Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut operasi tangkap tangan (OTT) hanya membuat jelek citra Indonesia. Dalam pandangan dia, upaya penindakan adalah sebuah keharusan -- dan tidak dipandang sebagai sebuah opsi belaka.
"Tetapi penindakan tidak boleh kendur dan tidak dihilangkan," kata Zaenur kepada Suara.com, Rabu (21/12/2022).
Sebagai lembaga independen, beber Zaenur, KPK semestinya membaca penyataan Luhut sebagai sebuah kritik. Artinya, KPK bisa membaca hal tersebut sepanjang tidak terpengaruh dengan pernyataan Luhut tersebut.
"KPK tidak bisa diintervensi pemerintah. Kalau KPK ingin meningkatkan upaya pencegahan, itu bagus. KPK mau merespons pernyataan Luhut dengan terus menggenjot pencegahan, bagus. Tapi, penindakan tidak boleh kendur," jelas Zaenur.
"Apalagi jika sudah terjadi tindak pidana, hanya dengan alasan menjaga nama baik, nama baik institusi, kelompok, atau negara, itu kemudian akan menjadi tebang pilih dan itu akan semakin berbahaya untuk penegakan hukum di Indonesia," papar dia.
Pernyataan Kontraproduktif
Zaenur menyebut bahwa pernyataan yang disampaikan Luhut adalah hal yang kontraproduktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Dia memandang, upaya penindakan berupa OTT adalah keharusan dan bukan sebuah opsi.
"Pernyataan ini tidak tepat dan punya nada yang kontraproduktif dalam pemberantasan korupsi. Karena OTT itu merupakan satu keharusan jika telah terjadi tindak pidana. Artinya OTT itu bukan merupakan opsi. Tetapi OTT itu merupakan keharusan," beber Zaenur.
Baca Juga: Ribut Ucapan Luhut soal OTT KPK, 30 Pejabat Ini yang Coreng Nama Negara Sepanjang 2022
OTT, jelas Zaenur merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh para aparat penegak hukum atas terjadinya tindak pidana. Tujuannya, untuk menegakkan keadilan karena telah terjadi tindak pidana.
Zaenur juga menyebut kalau OTT mempunyai tujuan menimbulkan efek jera bagi pelaku maupun pihak lain yang melakukan tindak pidana korupsi. Dalam konteks ini, rangkaian OTT juga bertujuan mengembalikan kerugian negara apabila korupsi yang dilakukan mengakibatkan dampak materill.
"OTT tidak bisa dilawan dengan pencegahan. OTT itu satu-satunya keharusan yang dilakukan aparat penegak hukum jika telah terjadi tindak pidana," jelas Zaenur.
Pernyataan Luhut terkait digitalisasi di berbagai sektor dalam upaya pencegahan korupsi, beber Zaenur, adalah terobosan yang baik. Namun, upaya itu tidak harus dilakukan dengan meniadakan OTT.
Hanya saja, pada kenyataannya praktik tindak pidana korupsi masih kerap terjadi. Contoh yang paling mendasar adalah praktik suap.
"Tapi masih terjadi tindak pidana. Nah sudah ada perbaikan sistem, digitalisasi, contohnya OSS, pengadaan barang dan jasa, itu kan digitalisasi, tapi masih terus terjadi suap," papar dia.